Kemeriahan Malam Nujuh Likur, Bupati Erwin Ikut Menyalakan Pelita
Bupati Seluma dan Forkopimda ikut menyalakan pelita malam nujuh likur--
Festival Malam 7 Likur dilaksanakan pada bulan Ramadhan mulai tanggal 17 April atau seminggu menjelang akhir Ramadhan hingga menjelang malam takbiran Hari Raya Idul Fitri.
BACA JUGA:Bengkulu akan Tampung Transmigran dari DKI Jakarta
Dalam malam Nujuh Likur ini "Gunung Api" dari Lanjaran atau tempurung kelapa yang telah disusun kemudian dinyalakan dan dipasang berjejeran di depan mesjid, depan rumah dan sepanjang jalan, untuk menyemarakan malam-malam akhir dari Ramadhan.
BACA JUGA:Seorang Paman Terancam 15 Tahun Penjara Karena Ini
Bupati Seluma Erwin Octavian bersama Wakil Bupati Drs. Gustianto, berikut unsur Forkopimda Kabupaten Seluma dan Kepala OPD di lingkungan Pemkab Seluma, turut serta menyalakan pelita Lanjaran yang telah disiapkan di depan halaman Mesjid Agung Falihin.
“Nujuh Likur ini kita adakan setiap bulan Ramadhan, sama-sama kita membersihkan diri dan buah kebersamaan, kekompakan, dan sudah menjadi tradisi lama yang kita hidupkan kembali. Sesuai motto kita Seluma Serawai Serasan Seijoan, mari bersama-sama mewujudkan Seluma yang lebih baik lagi biar pembangunan di Kabupaten Seluma bisa dirasakan masyarakat luas, jadi mohon dukungan dan doanya,” ujar Bupati Erwin Octavian.
BACA JUGA:Owner Arisan Bodong Ditangkap, Total Kerugian dan Jumlah Korban Bertambah
Sementara itu, kata Likur ini berasal dari bahasa Melayu yang berarti bilangan antara 20 dan 30.
BACA JUGA:Bukti Sayang dan Cinta, Motor Digadaikan Uang Rp 1 Juta Diberikan, tapi....
Tradisi Tujuh Likur yang memang identik dengan etnis melayu ini juga ada di Lampung, Banjarmasin, Riau, Jambi, dan Bengkulu. Namun berbeda tipis dengan bahasa Jawa yang menggunakan kata Pitu Likur yang berarti Dua Puluh Tujuh, yang makna yang tersirat berbeda bagi suku Melayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: