Iklan dempo dalam berita

Fatwa MUI Tentang Pemimpin Ingkar Janji, Musim Pilkada Jangan Asal Coblos

Fatwa MUI Tentang Pemimpin Ingkar Janji, Musim Pilkada Jangan Asal Coblos

Fatwa MUI tentang pemimpin ingkar janji--

NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Musim pilkada, ini fatwa MUI tentang pemimpin ingkar janji.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 akan dilaksanakan pada 27 November mendatang.

Hal itu tandanya, Masyarakat sudah harus mulai menentukan pasangan calon (paslon) terbaik yang akan memimpin mereka selama periode jabatannya.

BACA JUGA:3 Tips untuk Memilih Roti Tawar yang Berkualitas di Minimarket, Jangan Asal Beli

Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih seorang pemimpin, antara lain adalah menegnai Amanah dan kejujurannya.

Inilah yang membuat Masyarakat sulit untuk menentukan pilihannya.

Sebab, tidak semua pemimpin mulai ingkar Ketika mereka sudah menjabati jabatan yang diamanahkan kapada mereka.

BACA JUGA:Ini Hukum Menerima Uang atau Serangan Fajar dalam Pilkada Menurut Islam

Untuk mengantisipasi hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai masalah strategis kebangsaan (masail asasiyyah wathaniyah). 

Berdasarkan fatwa MUI haram bagi pemimpin yang ingkar janji, terlebih janji yang diucapkan saat kampanye.

Dalam fatwa MUI tersebut tidak boleh mentaati pemimpin yang memerintahkan sesuatu yang dilarang agama.

BACA JUGA:Korban Bullying, Siswa SMA Ini Terpaksa Masuk RSJ Karena Dibully Temannya

Nah berikut Keputusan Komisi A terkait Masalah Strategis Kebangsaan, Ijtima’ Ulama Fatwa Se-Indonesia tentang Kedudukan Pemimpin yang Tidak Menepati Janjinya.

  1. Pada dasarnya, jabatan merupakan amanah yang pasti dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Meminta dan/atau merebut jabatan merupakan hal yang tercela, apalagi bagi orang yang tidak mempunyai kapabilitas yang memadai dan/atau diketahui ada orang yang lebih kompeten. Dalam hal seseorang memiliki kompetensi, maka ia boleh mengusulkan diri dan berjuang untuk hal tersebut.
  2. Setiap calon pemimpin publik, baik legislatif, yudikatif, maupun ekskutif harus memiliki kompetensi (ahliyyah) dan kemampuan dalam menjalankan amanah tersebut.
  3. Dalam mencapai tujuannya, calon pemimpin publik tidak boleh mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya.
  4. Calon pemimpin yang berjanji untuk melaksanakan suatu kebijakan yang tidak dilarang oleh syariah, dan terdapat kemaslahatan, maka ia wajib menunaikannya.
  5. Mengingkari janji tersebut hukumnya haram.
  6. Calon pemimpin publik dilarang berjanji untuk menetapkan kebijakan yang menyalahi ketentuan agama. Dan jika calon pemimpin tersebut berjanji yang menyalahi ketentuan agama maka haram dipilih, dan bila ternyata terpilih, maka janji tersebut untuk tidak ditunaikan.
  7. Calon pemimpin publik yang menjanjikan memberi sesuatu kepada orang lain sebagai imbalan untuk memilihnya maka hukumnya haram karena termasuk dalam ketegori risywah (suap).
  8. Pemimpin publik yang melakukan kebijakan untuk melegalkan sesuatu yang dilarang agama dan atau melarang sesuatu yang diperintahkan agama maka kebijakannya itu tidak boleh ditaati.
  9. Pemimpin publik yang melanggar sumpah dan/atau tidak melakukan tugas-tugasnya harus dimintai pertanggungjawaban melalui lembaga terkait dan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  10. Pemimpin publik yang tidak melaksanakan janji kampanyenya adalah berdosa, dan tidak boleh dipilih kembali.
  11. MUI agar senantiasa memberikan taushiyah kepada para pemimpin yang mengingkari janji dan sumpahnya.

BACA JUGA:Tim Paslon Teddy Rahman dan Gustianto Lapor Bawaslu, Punya Bukti Dugaan Politik Praktis ASN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: