Mengenal 2 Jenis BBM Baru, Salah Satunya BBM Pengganti Pertalite
Mengenal 2 Jenis BBM Baru, Salah Satunya BBM Pengganti Pertalite--Foto: ist
Terdapat beberapa kandungan dalam Pertamax Green 92 yang patut jadi perhatian. Salah satunya adalah etanol. Etanol disini dihasilkan dari proses molases tebu dan menjadi bahan bakar nabati yang terbarukan.
Hal itulah yang membuat Pertamina menamakannya sebagai Pertamax Green 92. BBM jenis baru ini kemudian diklaim menjadi salah satu langkah untuk menurunkan emisi karbon dan menghasilkan BBM yang lebih ramah lingkungan.
Di sisi lain, Green 92 juga dikembangkan dengan bilangan oktan yang ditingkatkan lebih tinggi dari pertalite. Pertamax Green 92 dikembangkan dari RON (Research Octane Number) 90 menjadi RON 92 dengan tambahan 7 persen etanol.
Campuran etanol meningkatkan nilai menjadi RON 92, yang membuat mesin dapat beroperasi lebih efisien dan meminimalkan risiko kerusakan.
Bilangan oktan ini adalah satuan angka yang menunjukkan nilai suatu bahan bakar. Semakin tinggi nilai oktan, maka akan semakin ramah lingkungan.
Selain itu, nilai oktan dalam BBM juga menjadi faktor penentu kinerja bahan bakar terhadap mesin bermotor. Jika nilai oktan tinggi akan memungkinkan kendaraan untuk tidak memerlukan banyak tambahan bahan bakar. Artinya bahan bakar dengan nilai oktan lebih tinggi akan lebih hemat.
BACA JUGA:Pertamax Green 92 Bakal Pengganti BBM Jenis Pertalite Karena Disebut Sudah Tidak Layak Pakai
• BBM Jenis Solar Baru
Selain Green 92, pemerintah juga dikabarkan sedang bersiap untuk memproduksi BBM baru jenis solar. Melansir dari Koran Tempo, BBM baru ini diklaim Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih rendah sulfur tanpa perlu mencampurnya dengan bahan bakar nabati.
Solar hijau yang bakal diproduksi ini merupakan hasil pengolahan minyak mentah menjadi BBM solar. Menurut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), solar hijau ini penting untuk mewujudkan target nol emisi.
“BBM rendah sulfur ini bagian dari upaya mendukung bahan bakar ramah lingkungan,” ucap anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, Selasa, 16 Juli 2024 dikutip dari laman Tempo.
Adapun saat ini kandungan sulfur dalam BBM yang diproduksi Pertamina masih tinggi. Oleh karena itu, kata Saleh, apabila Indonesia ingin memproduksi solar yang sesuai dengan standar berkelanjutan, kandungan sulfurnya harus di bawah 50 part per million (ppm). Saleh menuturkan saat ini kilang Pertamina RU VI Balongan baru bisa memproduksi solar dengan kadar sulfur 50 ppm.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi Agus Cahyono menyatakan pihaknya masih mencari bahan pencampur yang bisa mengurangi kandungan sulfurnya.
BACA JUGA:Pembelian Dibatasi, Motor Jenis Ini Tak Bisa Pakai BBM Pertalite, Kendaraanmu Termasuk?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: