Dalam Al-Qur’an sendiri banyak ayat yang menerangkan keutamaan sedekah. “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’:39)
Ulama termahsyur Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat tersebut bahwasanya: “Apapun yang kamu infakkan dalam apa yang diperintahkan kepadamu atau yang dimubahkan, maka Dia akan memberikan gantinya untukmu di dunia dan di akhirat dengan ganjaran pahala kebaikan.”
Karena itu, jika harta yang kita miliki untuk bersedekah tidak akan pernah berkurang ataupun akan membuat diri kita menjadi miskin. Karena Allah sang Maha Pemberi Rezeki untuk Umat-Nya yang senantiasa berbuat kebaikan seperti sedekah kepada orang yang membutuhkan.
Maka sungguh rugi apabila mempunyai harta lebih, namun tidak menggunakannya untuk bersedekah. Seperti halnya dalam surat Al Imran Ayat 180 menyebutkan balasan bagi orang yang bakhil dengan hartanya:
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya, kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu kelak hari kiamat Allah SWT akan mengalungkan pada lehernya. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali-Imran: 180).
BACA JUGA:Bisa Menolong Kita di Akhirat, Burung Ini Dianjurkan Dipelihara dan Jangan Disakiti
Sejatinya tak ada harta dunia yang akan kita bawa ke akhirat kelak kecuali 3 perkara yang disebutkan Rasulullah SAW: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya.” (HR. Muslim).
2. Keshalehan Hanya untuk Pamer
Salah seorang cendikiawan muslim, M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “Islam yang Saya Anut; Dasar-dasar Ajaran Islam”, melukiskan riya’ dengan analogi semut hitam kecil yang berjalan di atas batu licin hitam di tengah gelapnya malam.
Analogi tersebut menunjukkan bahwa, sangat sulit untuk mengidentifikasi perbuatan riya’. Sehingga, bisa jadi seseorang telah menganggap ia ikhlas, tapi Allah SWT melihat justru sebaliknya. Diri sendiripun terkadang luput menyadari perbuatan tersebut karena tipisnya perbedaan ikhlas dan riya dalam hal mengumbar amal shalih tersebut.
Takutlah apabila ibadah yang telah kita jalankan selama ini bisa jadi akan terbilang sia-sia manakala kita terjebak dengan perangkap riya’ tersebut. Maka alangkah baiknya, menahan diri untuk mudah mengumbar amalan, di media sosial misalnya.