NASIONAL, RBTV.DISWAY.ID – Salah satu pekerjaan yang paling ditakuti saat banyak orang adalah mata elang (matel).
Di Indonesisa, mata elang merupakan istilah yang umum dipakai untuk menyebut sekelompok penagih utang khusus yang bekerja mengejar kendaraan bermotor kredit (motor/mobil) yang cicilannya macet.
Namun yang banyak ditakutkan dari profesi ini adalah cara mereka dalam mengambil bara tarikan, yakni dengan metode di jalan atau di tempat umum.
Belakangan, ramai pemberitaan soal pengeroyokan mata elang yang terjadi di Jakarta. Bahkan, kejadian ini sampai merenggut nyawa. Lantas, apakah profesi ini memiliki bayaran yang setimpal dengan risiko yang dimilikinya?
Melansir dari banyak sumber, Praktisi Asset Recovery Management di salah satu perusahaan Leasing kendaraan di Indonesia, Budi Baonk mengungkapkan, jika pembayaran matel atau debt collector memang ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan perusahaan leasing.
Komisi atau bayaran atas penarikan aset leasing disepakati ketika surat kuasa diturunkan dari Perusahaan Leasing ke Perusahaan Jasa Penagihan Eksternal dnegan rentang di kisaran Rp 5 juta-Rp 20 juta.
Besaran fee ini juga tergantung jenis unit yang diamankan. Misalnya, bila mobilnya keluaran terbaru akan lebih mahal ketimbang mobil produksi lama.
Artinya, pendapatan akan berbeda-beda tergantung pada entitas bisnis DC itu sendiri yang biasanya ditentukan dari variabel track record perusahaan.
BACA JUGA:Fenomena Clipper, Profesi Baru yang Bisa Menghasilkan Gaji Belasan Juta, Bagaimana Cara Kerjanya?
Risiko Profesi Mata Elang
Pekerjaan sebagai matel memiliki risiko yang cukup tinggi, baik secara fisik maupun hukum. Pekerjaan ini sering kali melibatkan konflik langsung di lapangan dan berada dalam ranah hukum yang ketat. Berikut adalah rincian risiko-risikonya.
Risiko Fisik dan Keselamatan
- Konfrontasi Langsung
Risiko utama dari profesi sebagai matel adalah terjadinya adu mulut, cekcok, hingga perkelahian fisik dengan debitur atau masyarakat yang merasa dirugikan.