Abul Augus sangat bersemangat dan sontak bertanya, “Sebenarnya, tadi saya mendengar kepala musafir menyebutkan kata fahsya dan munkar. Jujur saja, saya belum mengerti maksudnya, Tuan. Bolehkah saya meminta penjelasan pada Tuan?”
“Oh, jadi itu yang membuatmu penasaran. Jadi, fahsya adalah semua perbuatan buruk yang tidak mengakibatkan kerugian langsung pada orang lain. Karena tak langsung memberikan dampak buruk, biasanya orang-orang tak segera bisa mengenali nilai-nila buruk yang terkandung dalam fahsya iu. Setelah itu, Allah akan memberikan pelajaran lewat agama,” jelas Abu Nawas.
BACA JUGA:Jangan Takut Bila Hewan Ini Bersuara Malam Hari, Gus Baha: Langsung Berdoa Karena Malaikat Datang
“Em, agar hamba semakin paham, bisakah Tuan menyebutkan contoh fahsya?” tanya Abul Augus antusias.
“Contohnya saja perzinaan, menegukkan minuman beralkohol, atau memakan makanan haram. Saat dua orang berzina, sebenarnya orang lain tak merasa dirugikan secara langsung. Sebab, tak ada korban jiwa akibat perbuatan mereka. Inilah mengapa nilai-nilai buruk dalam fahsya tidak mudah dikenali oleh umat manusia,”
Abul Augus tertegun dan menganggukan kepalanya tanda paham.
“Sekarang, bandingkan dengan perbuatan munkar. Munkar adalah perbuatan buruk yang menimbulkan kerugian langsung pada orang lain. Misalnya saja pencurian, pembunuhan, atau perampokan. Karena semua itu berdampak langsung pada orang lain dan ada korban jiwa akibat perbuatan itu, maka nilai-nilai buruk yang terkandung dalam perbuatan munkar gampang sekali dikenali. Bahkan, seorang atheis sekali pun percaya bila pembunuhan, perampokan, dan pencurian adalah perbuatan buruk,” jelas Abu Nwas.
Lelaki yang tengah mencari Tuhan itu pun merasa kagum dengan penjalasan dari tuannya. Hatinya berbunga. Banyak sekali ilmu yang ia dapat dari pejalanan ini.
Dari desa Ishbilya, kedua pengembara itu melanjutkan perjalanan mereka ke pusat Kota Baghdad. Selama delapan hari, mereka berjalan melewati padang pasir yang panas.