Tohjaya sendiri tidak lama memerintah. Muncul berbagai ketidakpuasan baik di kalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal.
Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari.
Satu lagi yang terakhir adalah Ken Dedes yang mati oleh keris itu. Dan kemudian keris itu diambil oleh raja jawa yang memiliki kesaktian luar biasa untuk memusnahkan keris itu dibuang ke kawah Gunung Kelud di Jawa Timur.
Ini Keris Sakti di Tanah Jawa
Keris sakti mandraguna rupanya telah digunakan oleh sejumlah pendekar dan para raja zaman dulu sebagai senjata yang cukup mematikan.
Senjata khas masyarakat Jawa itu berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Tak cuma itu, keris juga dipercaya sebagai simbol untuk meningkatkan pamor para pemimpin kerajaan.
Menariknya, alat pusaka tersebut acap kali dikaitkan dengan hal-hal magis dan mitos kepercayaan tertentu. Sebagian orang percaya kalau sejumlah keris memiliki kekuatan magis sehingga tidak boleh digunakan sembarangan. Bahkan, pada zaman dulu pembuat keris atau biasa disebut mpu memasukkan kekuatan gaib di dalamnya.
1. Keris Kyai Setan Kober
Keris Kyai setan Kober adalah nama keris milik Adipati Jipang, Arya Penangsang.
Pusaka yang satu ini digunakan ketika dia perang dengan Sutawijaya.
Keris tersebut konon memiliki kekuatan magis yang tidak tertandingi.
Bahkan Pangeran Arya Penangsang membunuh Kyai Pleret dengan mengggunakan senjata ini.
Tidak hanya Pangeran Arya Penangsang, keris ini juga pernah jatuh ke tangan tokoh-tokoh lain. Konon keris ini akan membawa petaka kepada pemiliknya. Hingga saat ini, tidak diketahui pasti di mana keberadaan keris sakti mandraguna tersebut.
2. Keris Kyai Condong Campur
Keris sakti Condong Campur dimiliki oleh Kerajaan Majapahit.
Pusaka ini dikenal dengan nama Kanjeng Kyai Condong Campur.