Kehidupan di tambang itu pun sangat sulit: banyak kematian buruh akibat minuman keras yang berlebihan.
Pada waktu itu, terdapat 49 orang Eropa yang bekerja di tambang tersebut dengan gaji bulanan sebesar f 12, sementara 104 budak laki-laki dan 28 budak perempuan bekerja tanpa mendapat gaji. Namun, penambangan tetap dilanjutkan.
Pada bulan Juli 1679, seorang insinyur baru dari Jerman, Johann Wilhelm Vogel, tiba di Salidi. Vogel kemudian mengabadikan pengalamannya di Tambang Salidi dalam sebuah buku berjudul "Zeven jhrige Ost-Indianische Reise-Beschreibung" (Terbit pada tahun 1707), yang menceritakan pengalaman kerjanya di sana.
Sebelum VOC datang ke Sumatra’s Westkust (pantai barat Sumatra) orang-orang Eropa sudah mengetahui cerita tentang Gunung Emas.
Hal itu bermula ketika Luiz de Camoens (1524-1580), penyair kebangsaan Portugis, menulis dalam Os Lusiadas tentang Gunung Ophir, kaya dengan emas dan telah diperdagangkan penduduk lokal dengan orang asing.
Tulisannya bermula dari kabar yang dibawa oleh pelaut-pelaut Arab yang ditemui Luiz de Camoens ketika menjalani hukuman untuk melakukan tiga kali milisi di Orient - wilayah timur Portugis.
Pada masa itu Portugis sedang gencar melakukan ekspansi ke wilayah timur.
BACA JUGA:Cicilan KUR BRI 2024 Plafon Rp 50 Juta, Angsuran Cukup Rp 900 Ribu, Ini Syarat dan Cara Pengajuannya
Namun, soal Gunung Ophir yang disebutkan Luiz de Camoens masih banyak pendapat dan menjadi tanda tanya.
Suryadi, ahli filologi dan pengajar di Universitas Leiden, Belanda, menyebutkan Gunung Ophir yang dimaksud Luiz de Camoens terletak di Pasaman (mungkin menunjuk Gunung Talamau).
BACA JUGA:5 Daerah Penghasil Harta Karun Perak Terbesar di Indonesia, Salah Satunya Ada di Bengkulu
Demikianlah informasi tentang gunung emas! pusatnya harta karun tertua di Indonesia tepatnya di Pesisir Selatan Sumatera Barat yang melenggenda.
(Tianzi Agustin)