Nusyuz sendiri diartikan sebagai perbuatan tidak taat dan membangkang seorang istri terhadap suami (tanpa alasan). Dan hal itu tidak bisa dibenarkan secara hukum.
Menurut Pasal 84 KHI, istri dianggap Nusyuz apabila dia tak mau melaksanakan kewajiban‐ kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.
BACA JUGA:Apa Itu Tapera dan Manfaatnya untuk Masyarakat Indonesia? Gaji Karyawan Swasta Dipotong 3 Persen
Adapun kewajiban istri yang tercantum di Pasal 83 ayat 1 KHI adalah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum islam.
Sementara itu nafkah mut'ah seringkali disebut dengan istilah nafkah penghilang pilu. Pilu yang dimaksud adalah kondisi di mana istri merasa menderita ketika harus berpisah dengan suaminya, oleh sebab itu mantan suami setidaknya memberikan nafkah yang satu ini ke mantan istrinya.
Dalam Bab I Pasal 1 KHI, disebutkan bahwa mut'ah adalah pemberian mantan suami ke mantan istri yang dijatuhi talak, berupa benda, uang, atau yang lain.
BACA JUGA:Pasca Temuan Bayi Dalam Kardus di Kepahiang, Puluhan Warga Ingin Jadi Orang Tua Asuh
Meski demikian, ada pendapat yang menyatakan bahwa ketika sang istri yang menggugat cerai, maka nafkah yang satu dianggap tidak ada.
Terdapat beberapa alasan untuk isteri dalam menggugat suami jika ditinjau dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 116 KHI, yaitu sebagai berikut:
1. Suami berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Suami meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya.
3. Suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap isteri.
5. Suami mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami.
6. Suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Suami melanggar taklik talak;Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
BACA JUGA:Bikin Warga Menjerit! Gaji Karyawan Swasta Dipotong Tiap Bulan, Apakah PNS juga?
Sebagai informasi tamabahan berikut ini bentuk-bentuk perceraian:
1. Cerai Talak
Cerai talak merupakan bentuk perceraian yang didasarkan pada keputusan suami yang dapat disampaikan baik secara lisan maupun tertulis. Menurut kesepakatan para ulama, talak dalam bentuk lisan dan tulisan memiliki kekuatan hukum yang setara.
Perbedaannya terletak pada cara penyampaiannya. Talak lisan terjadi ketika suami menyatakan talak dan istri mendengarnya, sedangkan talak tertulis terjadi ketika tulisan tersebut dibaca.
Dengan kata lain, jika suami telah menulis pernyataan talak tetapi tulisan tersebut belum terbaca, maka talak dianggap belum terjadi.
BACA JUGA:Sudah Berlaku, Ini Ketentuan Pengendara yang Wajib Punya SIM C1
2. Cerai Gugat
Cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan berdasarkan keputusan istri, yang dikenal dalam hukum Islam sebagai khulu’. Khulu’ berasal dari kata khal’u al-s'aub, yang berarti melepas pakaian.