Meski mengalami masa-masa yang sangat sulit, Teuku Markam tidak menyerah. Setelah bebas, ia mendirikan usaha baru dengan nama PT Marjaya.
Perusahaan ini berfokus pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang didanai oleh Bank Dunia di Aceh dan Jawa Barat.
Namun, usaha barunya tidak berjalan mulus seperti yang diharapkannya. Pemerintah Orde Baru enggan meresmikan proyek-proyek besar yang dikerjakan oleh PT Marjaya, dan hal ini menjadi pukulan berat bagi Markam.
Pada tahun 1985, Teuku Markam meninggal dunia di Jakarta akibat komplikasi berbagai penyakit. Kisah hidupnya yang penuh warna menjadi cerminan dari perjuangan, kedermawanan, dan dampak dari perubahan politik yang drastis di Indonesia.
Warisan dan Pengaruh Teuku Markam
Teuku Markam mungkin telah meninggalkan dunia ini, tetapi warisannya tetap hidup. Sumbangan emasnya untuk Monas masih bersinar terang di puncak tugu, menjadi simbol dari semangat dan kebanggaan bangsa Indonesia.
Kisah hidupnya adalah pengingat akan kompleksitas hubungan antara kekayaan, kekuasaan, dan politik.
Dari seorang anak yatim piatu yang bangkit menjadi konglomerat terkemuka hingga menjadi korban dari pergeseran kekuasaan politik, perjalanan hidup Teuku Markam adalah bukti dari kekuatan semangat dan ketahanan manusia.
BACA JUGA:Rincian Lengkap Dana Desa Kabupaten Kutai Barat 2024, Ada 1 Desa Terima Anggaran hingga Rp 2 Miliar
Dalam mengenang Teuku Markam, kita diingatkan bahwa di balik setiap landmark bersejarah, ada individu-individu yang memainkan peran penting dalam mewujudkannya.
Emas di puncak Monas bukan hanya sekadar logam mulia, tetapi juga merupakan simbol dari kontribusi dan pengorbanan seorang putra bangsa yang telah memberikan segalanya untuk kemajuan dan martabat Indonesia.
Monas, dengan lidah api emasnya, berdiri sebagai monumen abadi dari semangat kebanggaan nasional yang dihidupi oleh tokoh-tokoh seperti Teuku Markam. Semoga informasi ini bermanfaat!
Sheila Silvina