Konferensi ini menjadi titik penting dalam sejarah diplomasi Indonesia dan Asia-Afrika, dan Markam berkontribusi besar dengan memberikan dana untuk mendukung pelaksanaannya.
Keberanian dan kedermawanannya ini menunjukkan dedikasinya tidak hanya untuk kemajuan bisnis, tetapi juga untuk pembangunan bangsa.
BACA JUGA:Beasiswa LPDP 2024 Tahap 2 Sudah Dibuka, Simak Langkah-langkah Pendaftaran dan Jadwalnya di Sini
Jatuhnya Orde Lama dan Kesulitan yang Mengikuti
Namun, kisah Teuku Markam tidak berakhir dengan keberhasilan dan sumbangan emasnya. Ketika pemerintahan Orde Lama runtuh dan digantikan oleh Orde Baru, nasib Teuku Markam berubah drastis.
Ia dituduh terlibat dalam Gerakan 30 September (G30S/PKI) yang kontroversial dan dicurigai sebagai seorang koruptor serta pendukung setia Soekarno.
Tuduhan ini membuatnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara tanpa melalui proses pengadilan yang adil.
Teuku Markam harus menjalani kehidupan yang sulit di balik jeruji besi. Selama hukuman, ia dipindahkan beberapa kali dari satu penjara ke penjara lainnya.
BACA JUGA:Calon Debitur Perlu Tahu, Ini yang Harus Ditanyakan Saat Akad Kredit Rumah di Bank
Pada tahun 1972, kesehatan Markam memburuk dan ia dipindahkan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, di mana ia dirawat selama dua tahun.
Setelah menjalani perawatan medis, ia akhirnya dibebaskan pada tahun 1974, namun tanpa ada pengakuan atau kompensasi dari pemerintah atas penderitaan dan kerugian yang dialaminya selama ini.
Pada tanggal 14 Agustus 1966, seluruh aset Teuku Markam diambil alih oleh pemerintahan Orde Baru. Aset-asetnya kemudian dikelola oleh PT PP Berdikari, sebuah perusahaan milik negara, di bawah pimpinan Suhardiman.
Meskipun ia akhirnya dibebaskan dari penjara, reputasinya sudah terlanjur rusak dan kekayaannya telah lenyap.
BACA JUGA:Auto Untung! Ini Daftar Diskon Menarik Motor Listrik di Jakarta Fair 2024
Teuku Markam Setelah Pembebasan