Ketika orang tua berteriak atau marah-marah pada anak, dampak yang ditimbulkan tidak hanya bersifat psikologis, tetapi juga fisiologis.
Tingginya kadar kortisol dalam tubuh akibat stres dapat merusak hubungan antar neuron di otak anak.
BACA JUGA:Tiba di Masjidil Haram, 171 Jemaah Haji Asal Seluma Laksanakan Tawaf Ifadah
Neuron-neuron ini adalah komponen vital dalam proses belajar dan perkembangan kognitif. Ketika koneksi antara neuron-neuron ini terputus, kemampuan anak untuk memproses informasi, belajar, dan berkembang secara optimal bisa terhambat.
Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menyebabkan kematian neuron yang seharusnya tidak terjadi pada usia muda.
BACA JUGA:Anak Terlambat Bicara Nanti Juga Bisa Sendiri, Berikut Mitos dan Fakta Seputar Pertumbuhan Anak
Studi tentang Dampak Memarahi Anak
Banyak studi klinis telah dilakukan untuk meneliti efek jangka panjang dari tindakan disiplin yang keras terhadap perkembangan otak anak.
Misalnya, dikutip dari webmd.com, sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa memarahi anak bisa sama berbahayanya dengan memukul.
Studi ini menemukan bahwa efek dari disiplin fisik dan verbal yang keras memiliki kesamaan yang signifikan.
Anak-anak yang sering dimarahi cenderung menunjukkan perilaku bermasalah dan mengalami lebih banyak emosi negatif.
BACA JUGA:Ini 5 Mitos Pola Asuh Anak dari Sosok Ayah, Harus Ditepis dari Sekarang
Perilaku Bermasalah dan Emosi Negatif
Ketika anak-anak sering dimarahi, mereka lebih mungkin menunjukkan perilaku bermasalah seperti agresi, ketidakpatuhan, dan perilaku yang menantang lainnya.
Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki model pengelolaan emosi yang sehat dari orang tua mereka. Sebagai gantinya, mereka belajar untuk mengekspresikan frustrasi dan ketidaknyamanan mereka melalui perilaku yang tidak diinginkan.
BACA JUGA:Ini 5 Mitos Pola Asuh Anak yang Sudah Terbantah, Namun Masih Banyak yang Percaya