BACA JUGA:Teknik dan Cara Pijat Kaki untuk Ibu Hamil, Rasakan 4 Manfaatnya
Bagaimana dengan wali anak di luar nikah? Secara etimologis, wali di sini dapat dipahami dengan dua arti yakni:
1. Pertama, wali sebagai orang yang menjadi penjamin dalam pengurusan dan pengasuhan anak.
2. Kedua, wali sebagai pengasuh pengantin pada waktu menikah.
Apabila wali sebagai orang yang menjadi penjamin dalam pengasuhan anak, maka sesuai dengan yang diterangkan sebelumnya, bahwa orang yang berhak mengasuh anak di luar nikah adalah ibu kandung dan keluarga ibunya. Sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut:
"Dari Amr bin Syu'aib, dari bapaknya dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah SAW telah menetapkan pada anak dari suami-istri yang telah melakukan zina mewarisi ibunya dan ibunya mewarisinya dan siapa yang menuduh istrinya berzina (tanpa bukti) dijilid 80 kali." (HR. Ahmad)
Dalam riwayat hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah menyatakan nasab anak hasil zina sebagai berikut:
"Untuk keluarga ibunya yang masih ada, baik dia wanita merdeka maupun budak." (HR. Abu Dawud)
Selaras dengan hadits tersebut, Amir Syarifuddin dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (2009: 36) menyebutkan bahwa anak di luar nikah memiliki akibat hukum sebagai berikut:
1. Tidak memiliki hubungan nasab dengan ayahnya, melainkan mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Ayahnya tidak ada kewajiban memberi nafkah kepada anak tersebut, tapi secara biologis adalah anaknya. Jadi, hubungan yang timbul hanyalah secara manusiawi, bukan secara hukum.
2. Tidak saling mewarisi harta dengan ayahnya, karena hubungan nasab merupakan salah satu penyebab mendapat warisan.
3. Ayah tidak dapat menjadi wali bagi anak di luar nikah. Apabila anak di luar nikah kebetulan seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan menikah, dia tidak berhak dinikahkan oleh ayah biologisnya.
BACA JUGA:Bolehkah Wanita Hamil Melayat Orang Meninggal? Begini Hukumnya Menurut Islam
Sementara itu, wali pada waktu menikah merupakan salah satu rukun perkawinan yang wajib dipenuhi.
Syarat menjadi wali nikah adalah ayah kandung atau laki-laki dari pihak keluarga ayah kandung yang bisa disandarkan nasabnya.