BACA JUGA:Dukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional, BRI Catat Penyaluran Kredit ke UMKM Rp 1.095,64 Triliun
Menurut Arif, pihaknya telah berusaha untuk mendatangi konsumen yang bersangkutan guna melakukan verifikasi. Namun, konsumen memberitahu akan memvideokan kunjungan tersebut dan mengunggahnya di media sosial.
"Pengunggah memberitahu akan memvideokan kunjungan dan apa yang disampaikan tim kami. Ini sebuah hal yang tidak lazim dan bisa melanggar privasi individu tim yang datang. Apalagi menyampaikan bahwa semua akan di-upload di akun konsumen," ujar Arif.
Arif berharap, konsumen berkenan untuk ditemui tanpa harus dibuat konten.
"Kami berharap pengunggah memiliki niat baik untuk berkenan ditemui tim kami tanpa ancaman untuk dibuat konten karena hal ini bisa menimbulkan dampak hukum bagi konsumen maupun individu tim yang tidak berkenan jika divideokan dan di-upload di sosial media tanpa persetujuan yang bersangkutan," tandasnya.
Hingga saat ini, Arif masih menunggu niat baik konsumen untuk bertemu dan menerima tim layanan konsumennya tanpa harus dibuat konten dan diunggah ke media sosial.
BACA JUGA:Hati-hati Musim Kemarau, Kantor Kemenag Seluma dan RSUD Tais Nyaris Terbakar Gara-gara ini
Tanggapan GAPMMI
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) juga turut memberikan tanggapan. Ketua GAPMMI, Adhi Lukman, menyayangkan sikap konsumen yang memilih memviralkan video Aqua berjentik hitam dibanding menghubungi produsen.
"Harusnya konsumen menghubungi pusat layanan konsumen. Apalagi perusahaan besar, harusnya punya pusat layanan," kata Adhi dalam keterangannya, Kamis (25/7).
Adhi berpendapat bahwa konsumen seharusnya mengonfirmasi keberadaan produk kurang sempurna tersebut kepada produsen, bukan malah memviralkannya tanpa verifikasi.
Hal ini bisa menimbulkan fitnah dan bahkan menyebabkan kerugian bagi produsen. "Konsumen harusnya first lapor dulu ke pihak Aqua. Kalau tidak ada respon atau responnya kurang baik, baru di-viralin,” ujar salah satu warganet.
Pakar Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, juga memberikan pandangannya mengenai potensi ancaman pidana bagi penyebar berita palsu atau hoaks.
"Kalau dipersulit seperti itu malah bisa jadi pencemaran nama baik dan bisa ada unsur berita bohong. Karena sifatnya di media sosial, maka tentu terkena Undang-Undang ITE pasal 28 ayat satu," kata Trubus.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha berhak untuk melakukan pembelaan diri yang patut dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. Pelaku usaha juga berhak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
BACA JUGA:Dana Desa di Kabupaten Langkat Tahun 2024, Cek di Sini Jumlah Lengkapnya
Sementara itu, konsumen memiliki kewajiban untuk mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.