Lebih lanjut, Pasal 117 menjelaskan indikasi kedaruratan medis yang mengizinkan aborsi dilakukan.
Indikasi tersebut termasuk kehamilan yang mengancam nyawa atau kesehatan ibu, serta kondisi kesehatan janin yang memiliki cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki, sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
BACA JUGA:Presiden Jokowi Rilis Minyak Makan Merah, Begini Kandungan dan Khasiatnya
Pasal 118 menekankan bahwa aborsi akibat perkosaan atau kekerasan seksual harus dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter yang menunjukkan usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana.
Selain itu, harus ada keterangan penyidik mengenai dugaan tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual.
BACA JUGA:Punya Kandungan Vitamin A B dan C, Ada 7 Khasiat Daun Kemangi untuk Tubuh
Tempat Diizinkan Melakukan Prosedur
Terkait pelaksanaan aborsi yang diizinkan, Pasal 119 dan 120 menjelaskan bahwa prosedur tersebut hanya bisa dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi standar tertentu.
Prosedur ini harus dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten dan terlatih. Ada juga tim pertimbangan yang bertugas untuk memberikan evaluasi dan pelayanan aborsi.
BACA JUGA:Cara Mengetahui Jenis Kelamin Bayi dalam Kandungan dengan Perhitungan Primbon Jawa
Aborsi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan dan suami, kecuali dalam kasus perkosaan, seperti diatur dalam Pasal 122.
Sebelum dan sesudah aborsi, pendampingan dan konseling wajib diberikan oleh tenaga medis untuk memastikan kesehatan mental dan fisik perempuan tersebut.
BACA JUGA:Kaya Kandungan Nutrisi! Ini Manfaat Buah Duku untuk Kesehatan dan Kecantikan
Pasal 123 menegaskan pentingnya pendampingan dan konseling yang harus diberikan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, dan tenaga lainnya yang berwenang.
Sementara itu, Pasal 124 memberikan perhatian khusus kepada korban tindak pidana perkosaan yang memutuskan untuk tidak melanjutkan aborsi.
Mereka berhak mendapatkan pendampingan selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.