Awal kerusuhan itu adalah penusukan maut yang terjadi di Southport pada 29 Juli 2024. Orang-orang mengira penusukan itu dilakukan imigran muslim (padahal bukan). Sehari setelahnya, kerusuhan pecah, masjid setempat jadi sasaran amarah masyarakat lokal.
Pada 31 Juli, demonstrasi-demonstrasi bernuansa anti-muslim dan anti-imigran muncul di Hartlepool, Manchaster, London, hingga Aldershot.
Banyak kota kemudian menyusul, termasuk ada pembakaran mobil di Sunderland pada 2 Agustus. 4 Agustus, 700-an orang merusuh di tempat para pencari suaka di Rotherham, mereka berusaha membakar gedung.
BACA JUGA:5 Jenis Investasi Favorit Raup Passive Income yang Disarankan Pakar Ekonomi dan Manfaatnya
Dilansir AFP, Senin (6/8/2024), ada 378 penangkapan sampai saat ini. PM Inggris Keir Starmer berjanji akan menerapkan sanksi kriminal secara cepat.
"Fokus saya adalah untuk memastikan bahwa kita menghentikan kerusuhan ini," kata Starmer.
Starmer mengatakan akan membuat para pelaku rusuh menyesali perbuatannya. Kerusuhan massal ini terjadi diawali oleh misinformasi atau hoax bahwa pelaku penusukan di Southport adalah orang Islam, padahal bukan. Hoax itu menyebar di media sosial daring (online).
"Undang-undang kriminal berlaku untuk yang online maupun yang offline," kata Starmer.
Polisi menyalahkan kekerasan tersebut pada orang-orang yang terkait dengan English Defence League (EDL/Liga Pertahanan Inggris), sebuah organisasi anti-Islam yang didirikan 15 tahun lalu yang para pendukungnya telah dikaitkan dengan hooliganisme sepak bola.
BACA JUGA:Intip Kelebihan dan Kekurangan Mobil Listrik di Indonesia, Pertimbangkan Sebelum Membeli
Fakta Kerusuhan Inggris
Berikut fakta-fakta mengenai kerusuhan Inggris, yakni meliputi:
1. Pelaku penikaman warga Inggris
Menurut kepolisian, tersangka penikaman merupakan pemuda 17 tahun yang berasal dari Banks, Lancashire, sekitar 8 kilometer dari lokasi serangan.
Polisi menampik rumor yang menyatakan bahwa tersangka adalah imigran Muslim. Berdasarkan keterangan polisi, pelaku lahir di Cardiff, ibu kota dan kota terbesar negara bagian Wales, Inggris.
Dilansir dari Al Jazeera, polisi tidak mengungkapkan nama sang pelaku lantaran berdasarkan hukum di Inggris, tersangka di bawah usia 18 tahun tak boleh dipublikasikan.