BACA JUGA:Viral di Media Sosial, Bensin Disimpan Dalam Kulkas, Bagaimana Ceritanya?
Kasus perundungan ini juga mendapat perhatian dari banyak pihak di luar sekolah dan keluarga korban.
Akun media sosial Tapis Jejama Tanggamus II, yang pertama kali mengunggah video tersebut, mempertanyakan tindakan yang seharusnya diambil terkait kasus ini.
Dalam unggahannya, akun tersebut menyampaikan kekhawatiran bahwa korban mungkin akan kembali diintimidasi atau bahkan dianiaya jika mengadu atau melaporkan kejadian ini. Hal ini menambah kompleksitas situasi yang dihadapi oleh korban dan keluarganya.
“Kita pantau dan bagi yang tau hukum. Apa sudah bisa kita melaporkan penganiayaan dan pengancaman. Sebab korban diancam akan dianiaya kembali jika mengadu,” tulis akun tersebut, menyoroti pentingnya perlindungan bagi korban dan penegakan hukum yang tegas dalam kasus-kasus perundungan seperti ini.
Korban bullying dapat mengalami trauma, penurunan prestasi akademik, dan dalam beberapa kasus, dapat berujung pada depresi atau bahkan tindakan yang lebih ekstrem.
Sangat penting keterlibatan peran orang tua dalam mencegah terjadinya perundungan. Orang tua harus aktif dalam mendampingi anak-anak mereka, mendengarkan keluhan mereka, serta mengajarkan nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan penghormatan terhadap sesama.
Dengan adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, potensi terjadinya bullying dapat diminimalisir. Kasus perundungan di SMPN 1 Pematangsawa ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap masalah bullying.
Dengan kerjasama dari semua pihak, baik itu sekolah, orang tua, masyarakat, dan penegak hukum, diharapkan lingkungan sekolah dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua siswa untuk belajar dan berkembang tanpa adanya kekerasan atau intimidasi.
Sheila Silvina