Cara lain yang digunakan oleh masyarakat kuno untuk memprediksi cuaca adalah dengan mengamati perilaku hewan.
Banyak hewan memiliki naluri yang kuat terhadap perubahan cuaca, dan ini dimanfaatkan oleh manusia zaman dahulu.
Misalnya, jika burung-burung terbang rendah atau semut-semut bekerja lebih keras dari biasanya, ini dianggap sebagai pertanda akan datangnya hujan atau badai.
Perilaku hewan ini memang terkait dengan perubahan tekanan udara atau kelembapan, yang bisa dirasakan oleh mereka jauh sebelum manusia menyadarinya.
Meski terdengar seperti takhayul, metode ini cukup efektif dalam situasi di mana teknologi modern belum tersedia.
BACA JUGA:Tanda-tanda Kedatangan Musim Penghujan di Indonesia, Ini Prakiraan Puncaknya Menurut BMKG
Munculnya Teknologi Baru
Meskipun metode tradisional seperti mengamati langit dan perilaku hewan telah digunakan selama ribuan tahun, perubahan besar dalam prakiraan cuaca baru terjadi pada abad ke-16 dan 17.
Pada masa itu, instrumen-instrumen cuaca mulai dikembangkan. Contohnya adalah termometer yang lebih akurat yang dikembangkan oleh Galileo Galilei dan barometer yang ditemukan oleh Evangelista Toricelli untuk mengukur tekanan udara.
Namun, prakiraan cuaca ilmiah yang lebih modern baru benar-benar berkembang pada abad ke-19, terutama karena kebutuhan dalam industri pelayaran dan militer.
BACA JUGA:Ini Jadwal Puncak Musim Hujan di Banten, BMKG Sebut Berpotensi Peningkatan Risiko Bencana Banjir
Pada saat itu, orang mulai merekam data suhu dan tekanan udara, serta mencoba menyusun pola dari pengamatan ini untuk memprediksi cuaca.
Terobosan terbesar dalam prediksi cuaca terjadi setelah ditemukannya telegraf elektrik. Alat ini memungkinkan para ilmuwan untuk mengamati perpindahan sistem cuaca secara real-time, dari satu tempat ke tempat lain.
BACA JUGA:Prakiraan Jadwal Lengkap Datangnya Musim Hujan di Wilayah Jakarta Menurut BMKG
Perang Dunia dan Perkembangan Ilmu Meteorologi
Perkembangan ilmu meteorologi semakin pesat pada abad ke-20, terutama selama Perang Dunia I. Pada masa perang, pesawat-pesawat yang digunakan dalam pertempuran sangat bergantung pada kondisi cuaca.
Ini mendorong para ilmuwan untuk mengembangkan metode yang lebih akurat dalam memprediksi cuaca.
Kemajuan penting dalam meteorologi adalah penemuan persamaan matematika yang mengatur pergerakan dan perkembangan sistem atmosfer oleh pakar meteorologi asal Norwegia, Vilhelm Bjerknes.
BACA JUGA:Kapan Awal Musim Hujan di Jawa Timur? Ini Prediksi dari BMKG
Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknologi semakin pesat dengan adanya satelit cuaca yang diluncurkan ke luar angkasa.
Satelit ini memungkinkan para ilmuwan untuk memantau pergerakan badai dan perubahan atmosfer di seluruh dunia secara langsung.
Berkat perkembangan ini, prakiraan cuaca menjadi semakin akurat dan ilmiah, hingga mencapai tingkat yang kita kenal sekarang.
BACA JUGA:Prakiraan Cuaca BMKG di Pulau Jawa Hari Ini, Beberapa Daerah Diguyur Hujan
Dahulu, tanpa teknologi canggih seperti yang kita miliki sekarang, orang-orang menggunakan cara-cara alami dan pengamatan sederhana untuk memprediksi cuaca.
Dari membaca langit hingga memerhatikan perilaku hewan, mereka berhasil menciptakan metode yang walaupun tidak seakurat prakiraan cuaca modern, namun cukup efektif pada zamannya.
Dengan berkembangnya teknologi seperti termometer, barometer, hingga satelit cuaca, ilmu prakiraan cuaca terus berkembang pesat hingga saat ini.
BACA JUGA:Tak Serentak, Ini Prakiraan Musim Hujan di Jawa Barat dari BMKG
Meskipun kita tidak lagi bergantung pada metode kuno, menghargai sejarah prakiraan cuaca tetap menarik untuk dipelajari, bukan?