Namun, alih-alih merasa kecewa atau marah, Wiga tetap bersyukur atas apa yang diterimanya.
“Alhamdulillah, semoga semua yang sudah kita kerjakan menjadi ladang barokah dan pahala untuk kita semua,” ujarnya.
Ucapan syukur itu mencerminkan betapa tulus dan ikhlasnya Wiga dalam menjalani profesi yang sudah ia tekuni sejak tahun 2021.
BACA JUGA:Ini Bocoran Sanksi untuk Wasit Ahmed Al Kaf, Dunia Merespon Kemarahan Indonesia
Perjuangan Mengajar di Sekolah yang Minim Fasilitas
Wiga mengajar di sebuah sekolah menengah pertama (SMP) swasta yang terletak di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Sekolah ini hanya memiliki 40 siswa, 4 guru, dan 1 kepala sekolah. Kondisi sekolah yang sangat memprihatinkan, baik dari segi fasilitas maupun jumlah siswa, tidak menyurutkan semangat Wiga untuk tetap berkontribusi.
Menurut Wiga, sekolah tersebut seolah "antara ada dan tiada." Padahal, sekolah itu sudah berdiri sejak lama, bahkan kakeknya pernah mengajar di sana.
Sayangnya, kondisi fisik sekolah terus menurun, dengan banyak sarana prasarana yang rusak dan terbatas.
"Kelas yang bisa digunakan hanya satu, jadi harus bergantian. Kursi-kursinya pun banyak yang sudah rusak," cerita Wiga.
BACA JUGA:Memahami 6 Arti Mimpi tentang Kematian Menurut Islam, Salah Satunya Mimpi Mati Sekarat
Bahkan, untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, sekolah harus melakukan pembagian ruang. Ada yang belajar di ruang kelas, ruang guru, dan juga perpustakaan karena keterbatasan ruangan yang layak pakai.
Selain itu, Wiga juga mengisahkan bahwa murid-murid di sekolahnya tidak pernah melaksanakan upacara bendera karena sekolah tidak memiliki pengeras suara yang memadai.
"Murid saya pernah bertanya, 'Bu, kapan kita upacara?' Saya jawab, 'Nanti ya, kalau sudah ada pengeras suara,' karena pengeras suara yang lama sudah rusak."
BACA JUGA:Bukan Cuma Selingkuh, Ini Dosa Besar Suami ke Istri yang Jarang Disadari Bahkan Jadi Kebiasaan
Mengorbankan Gaji untuk Kebutuhan Murid