BENGKULU, RBTVCAMKOHA.COM - Sidang perkara dugaan korupsi dana BOS tahun anggaran 2021-2022 di MAN 2 Kepahiang kembali digelar di Pengadilan Negeri Bengkulu, dengan agenda tuntutan dari JPU Kejari Kepahiang, Kamis (24/10).
BACA JUGA:Sita Lahan Tukar Guling di Kelurahan Sembayat, Kejari Seluma Pasang Plakat
Dalam pembacaan tuntutan di depan Ketua Majelis Hakim Faisol, SH, Jaksa Penuntut Umum Kejari Kepahiang menuntut tiga terdakwa masing-masing bernama Abdul Munir selaku mantan kepala sekolah, Eka Puspa selaku bendahara dan Ujang Supardi selaku kepala TU MAN 2 Kepahiang dengan dakwaan subsider pasal 3, dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan.
BACA JUGA:Jaksa Sahabat Anak, Kajari Rejang Lebong Sambangi Tiga Anak Korban Kekerasan Seksual
"Ketiga terdakwa kami tuntut sebagaimana dakwaan subsider pasal 3 dengan tuntutan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan serta denda 50 juta rupiah subsider 2 bulan," terang JPU Kejari Kepahiang di muka persidangan.
BACA JUGA:Diduga Keroyok Pengendara Motor Tanpa Sebab, 11 Pelajar Ini Ditangkap Polisi
Hal itu sebagaimana amanat Jaksa Agung, penyelesaian tindak pidana korupsi lebih diutamakan soal pengembalian kerugian negara.
Sementara terkait keterlibatan pihak lain meski saat ini belum ada, namun dikatakan Rizky akan didalami penyidik.
BACA JUGA:Jaksa Sahabat Anak, Kajari Rejang Lebong Sambangi Tiga Anak Korban Kekerasan Seksual
Terpisah, terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Kepahiang, penasehat hukum tiga terdakwa akan mengajukan pembelaan yang disampaikan secara tertulis pada sidang selanjutnya.
Diberitakan sebelumnya mantan Kepala MAN 2 Kabupaten Kepahiang sekaligus KPA dan PPK Abdul Munir, Bendahara EKA Puspa Dewi dan Kepala Urusan Tata Usaha (TU) Ujang Supriyadi, ditetapkan Kejari Kepahiang sebagai tersangka.
BACA JUGA:La Nina di Indonesis Diprediksi Sampai Maret 2025, Apa Dampaknya Terhadap Sektor Perikanan?
Penetapan tersangka ketiganya pada Selasa 28 Mei 2024 dalam kasus dugaan Tipikor penyimpangan dana BOS tahun ajaran 2021-2022, dengan modus berupa pemotongan anggaran kegiatan, kegiatan fiktif, mark up belanja dan cash back dari pihak ketiga.