BACA JUGA:Naudzubillah, Sedekah Model Ini Ternyata Dilarang Allah SWT, Gus Baha: Sama Seperti Riba
Keberadaan pinjol ini menjadi polemik karena rendahnya literasi keuangan pada masyarakat Indonesia. Hal ini tentu berisiko membuat debitur pinjaman online untuk terjebak jeratan utang yang terlalu berat hingga tak mampu membayar cicilannya.
Banyak berita yang tersebar di media, yang menceritakan berbagai ancaman yang akan mengintai kalau sampai tidak mampu melunasi cicilan pinjaman online. Bahkan, muncul trending topic Linduginasabahfintech yang berisi tentang pengalaman buruk meminjam uang lewat online. Kasus pinjol ilegal masih marak terjadi di Indonesia. Beberapa waktu lalu media sosial diramaikan dengan kabar seorang guru yang terjerat utang pinjol ilegal hingga ratusan juta rupiah.
Pemberian data diri pada pinjaman online membuat nasabah mudah dikejar-kejar tentang utangnya. Debt collector menebar ancaman mulai dari masuk pengadilan, ke penjara, sampai siap dipecat dari pekerjaan. Tak hanya itu, beberapa warganet lain memang menyoroti fintech pinjaman online yang bisa membaca data-data di ponsel nasabah.
Bahkan, banyak yang menyarankan lebih baik tidak melakukan pinjol. Pasalnya pengajuan pinjaman belum tentu diterima, tetapi data-data nasabah sudah didapatkan.
Selain itu, pinjol juga dinilai sangat merugikan konsumen. Misalnya, pengajuan pinjaman cuma Rp1.000.000 sampai Rp2.000.000, tetapi sang penyedia pinjaman online bisa mendapatkan seluruh data nasabah yang nilainya bisa lebih dari itu.
BACA JUGA:Karena Hewan Berkaki Tiga, Abu Nawas Untung Besar
Sementara fakta-fakta lainnya tentang pinjol adalah banyak orang yang dihubungi fintech sebagai kontak darurat nasabahnya. Padahal, orang itu tidak mengetahui kalau dirinya dijadikan kontak darurat. Belakangan, kontak darurat ini akan menjadi “repot” karena akan dihubungi secara terus menerus oleh petugas penagih utang dari fintech, dan hal ini tentunya dirasakan sangat mengganggu.
Untuk meminimalisir jumlah korban pinjol ilegal, OJK kembali melaporkan data terbaru fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online yang terdaftar atau berizin.
“Pembatalan diberikan karena fintech dimaksud belum menyampaikan pemenuhan persyaratan perizinan sehingga penyelenggara tidak memenuhi ketentuan,” tulis OJK.