Iklan RBTV Dalam Berita

Istilah Pria Hidung Belang, Ternyata Bermula Skandal Menghebohkan di Kediaman Gubernur

Istilah Pria Hidung Belang, Ternyata Bermula Skandal Menghebohkan di Kediaman Gubernur

ilustrasi. cerita awal mula istilah pria hidung belang--

Coen wajar menjadi berang. Sebagai seorang Kristen aliran Calvinis yang fanatik, dia sangat membenci segala hal yang berbau kecabulan. Tidak cukup dalam wacana pribadi, kebencian itu lantas dia buat sebagai sebuah peraturan.

Dalam bukunya yang berjudul Persekutuan Aneh, Leonard Blusse menyebut soal ini sebagai sebuah ketentuan yang mengikat bagi pegawai-pegawai VOC, terutama di Batavia.

“Sejak mendirikan pemukiman-pemukiman Eropa di Batavia, pemerintah VOC berupaya menghilangkan jiwa gelandangan dan kecabulan. Hingga hukuman yang kejam dan peraturan yang keras merupakan praktek yang lazim berlaku saat itu," tulis Blusse.

Begitu marah dan malunya Coen terhadap kejadian tersebut, hingga dia memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan dua tiang gantungan sekaligus di depan Stadhuisplein (sekarang Gedung Museum Fatahillah Jakarta).

Untunglah, Pengadilan Batavia (Raad van Justitie) dan para pendeta cepat turun tangan dan memutuskan hukuman skandal tersebut harus diputuskan lewat meja pengadilan.

 

BACA JUGA:8 Ratu Gaib di Tanah Jawa Termasuk Kanjeng Ratu Kidul, Siapa yang Paling Sakti

Hidung Pieter Dicoreng Belang

 

Pada 18 Juni 1629, keputusan pengadilan turun: Sara dijatuhi hukuman cambuk dan Pieter dijatuhi hukuman pancung. Sehari kemudian, Sara diseret ke arah pintu gerbang balaikota Batavia.

Setelah dilucuti seluruh pakaiannya, para algojo tanpa peduli akan jeritan memilukan dari remaja itu, mendera kulit halus Sara dengan puluhan kali cambukan. Pemandangan keji itu konon terjadi di hadapan ratusan orang.

Setelah Sara menjalani hukumannya, giliran Pieter yang digiring ke muka Stadhuisplein. Setelah diikat dalam sebuah tiang pancang, leher remaja 17 tahun itu langsung dipenggal. Namun, sebelumnya para algojo mencoreng moreng wajah Pieter dengan arang. Itu dilakukan bisa jadi sebagai bentuk 'penghinaan' khas terhadap seorang pelaku kecabulan.

Ketika kepala Peiter menggelinding ke tanah, orang-orang Betawi melihat bagian hidungnya belang-belang akibat aksi coreng moreng yang dilakukan para algojo kompeni tersebut.

Sejak itulah, kata "hidung belang" menjadi stereotipe masayarakat Betawi untuk lelaki cabul. Ratusan tahun kemudian, dua kata itu terus diwariskan lewati bibir ke bibir hingga kemudian menyerap dalam bahasa Indonesia yang kita pergunakan sehari-hari saat ini. Jadilah istilah hidung belang identik dengan prilaku cabul kaum lelaki.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: