Iklan RBTV Dalam Berita

Mengenal Tradisi Pernikahan 'Malam Bainai' dari Adat Minangkabau, Penuh Makna Bagi Calon Mempelai

Mengenal Tradisi Pernikahan 'Malam Bainai' dari Adat Minangkabau, Penuh Makna Bagi Calon Mempelai

Mengenal Tradisi Pernikahan "Malam Bainai" dari Adat Minangkabau, Penuh Makna Bagi Calon Mempelai--

NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Tak kalah dengan ritual pernikahan adat lainnya, masyarakat keturunan asli Minangkabau juga memiliki tradisi turun temurun yang penuh makna tentang penyelenggaraan acara pernikahan. Melansir katadata, salah satu etnis yang berasal dari daerah Sumatera Barat ini ternyata menempati peringkat ketujuh sebagai suku dengan populasi yang terbanyak di Indonesia, maka tidak heran bila sejumlah ciri khas dan tradisinya begitu dikenal luas oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk acara pernikahannya

Mengenal Makna Tradisi Malam Bainai

BACA JUGA:Makna Tradisi Menikah dengan Pohon Pisang di India, Pernah Dilakukan Aktris Bollywood

Melansir berbagai sumber, bainai secara harafiah berarti memakaikan inai, yaitu tumbuhan yang biasa digunakan untuk memerahkan kuku, namun tradisi Malam Bainai bagi calon pengantin Minang tentu lebih dari itu. 

Malam Bainai merupakan malam terakhir calon pengantin perempuan sebagai seorang gadis lajang, maka dapat dikatakan bahwa Malam Bainai merupakan versi Minang dari sebuah pesta lajang.

BACA JUGA:6 Tradisi Pernikahan Nyeleneh di Berbagai Negara, Ada yang Menikah dengan Pohon

Pada awalnya, Bainai dipercayai sebagai suatu cara untuk menghindari malapetaka bagi calon pengantin. Walaupun kepercayaan ini sudah tidak populer, Malam Bainai masih dijalankan sebagai tradisi pernikahan khas Minangkabau. 

Pada malam ini, sang calon pengantin perempuan, yang disebut dengan anak daro wajib mengenakan busana tradisional bernama baju tokah dan hiasan kepala yang bernama suntiang.

BACA JUGA:5 Tradisi Nikah di Indonesia yang Bisa Menelan Biaya Adat Hingga Ratusan Juta Rupiah

Seperti tradisi pernikahan pada umumnya, tradisi yang berasal dari Sumatra Barat ini terdiri dari beberapa prosesi. Anak daro akan melewati proses mandi-mandi yang menyerupai proses siraman Jawa, namun pada proses mandi-mandi, calon pengantin hanya diberi percikan air. Air ini harus menggunakan daun sitawa sidingin dan dipercikan oleh sesepuh yang berjumlah ganjil. Hal ini karena angka ganjil diasosiasikan dengan hal sakral, seperti sholat 5 waktu untuk kaum Muslim. Percikan terakhir pada sang anak daro dilakukan oleh orang tuanya.

Seusai proses mandi-mandi, anak daro dibawa melewati kain jajakan kuning oleh kedua orang tuanya menuju pelaminan. 

BACA JUGA:Pernikahan di Peti Mati, 10 Tradisi Pernikahan di Berbagai Negara Ini Agak Mengerikan

Proses ini melambangkan perjalanan hidup sang calon pengantin. Kain yang telah dilewati kemudian akan digulung oleh dua saudara laki-laki untuk melambangkan bahwa pernikahan cukup dilalui satu kali saja. 

Sesampainya di pelaminan, anak daro akan disambut oleh kerabat wanita yang dituakan atau dikenal akan kebijakannya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: