Kronologi Kecelakaan Pesawat Trigana Air, Tergelincir di Bandara Yapen, Begini Nasib 42 Penumpang

Kegiatan itu merupakan pemotretan udara dengan presisi tinggi dan terbaik yang pertama dilakukan di Indonesia. Keberhasilan proyek itu mendorong Trigana Air untuk menambah 3 pesawat baru untuk layanan yang sama.

Operasi lain yang berbeda kemudian dikembangkan dengan diperkenalkannya helikopter NBell-412 SP pada bulan November 1991. Pesawat ini dioperasikan atas nama MAXUS Oil (Perusahaan Eksplorasi Minyak yang dikontrak oleh PT. Pertamina) di Pabelokan, Kepulauan Seribu, lepas pantai, utara Jakarta.

Setahun kemudian, sebuah helikopter berjenis Bell 412 ditambahkan. Helikopter-helikopter tersebut kemudian digunakan untuk mengangkut kru dan logistik, dengan standar operasi dan pemeliharaan yang sangat tinggi.

BACA JUGA:Jelang Laga Timnas Indonesia Vs Australia di Kualifikasi Piala Dunia 2026, Intip 6 Rekor STY Bersama Timnas

Namun, keberhasilan fotografi pemetaan menyebabkan klien Trigana Air memperoleh pesawatnya sendiri untuk operasi tersebut.

Hal ini membuat manajemen Trigana Air mencari pekerjaan lain, dengan memutuskan untuk mengoperasikan jenis pesawat yang berbeda yaitu 4 unit F27-600 sebagai pengganti SKA - B200.

Selanjutnya, pesawat Trigana Air F-27 dioperasikan di Jakarta untuk melayani penerbangan penumpang dan kargo dengan CONOCO, perusahaan minyak dan penerbangan domestik terjadwal (Sempati Air).

Saat ini, Trigana Air melayani penerbangan penumpang untuk wilayah Papua. Mulai dari Jayapura, Merauke, Ewer, Moa, Dekai, Kepi, Kufar, Namrole, Oksibil, Sanana, Tanah Merah, Ternate, Ambon, Wamena, dan Serui.

Itulah informasi terkait kronologi pesawat Trigana Air yang gagal lepas landar di bandara Serui Papua.

Putri Nurhidayati

Sumber: