Iklan RBTV Dalam Berita

Suka Sejak Kecil, Sekarang Heboh Karena Produk Ditarik, Ini Sejarah Perusahaan Indomie

Suka Sejak Kecil, Sekarang Heboh Karena Produk Ditarik, Ini Sejarah Perusahaan Indomie

Sudah berpuluh-puluh tahun indomie menemani masyarakat Indonesia bahkan dunia--

Namun, Djajadi menolak keinginan itu. Respon Salim adalah membesarkan produk Sarimi-nya dengan agresif dengan banyak iklan dan promosi, sehingga bisa meraih pasar 40 persen dalam waktu cepat. Melihat "keperkasaan" Salim Group itu, Djajadi pun melunak dengan tawaran baru dari Salim. 

Pada tahun 1984, keduanya sepakat untuk membentuk perusahaan patungan bernama PT Indofood Interna Corporation. Di sini, Djajadi (dan rekan-rekannya) mendapat 57,5 persen dan Salim 42,5 persen. Lalu, pada 30 Agustus 1986, saham PT Sanmaru yang memproduksi Indomie diambil alih oleh PT Indofood Interna (serta selanjutnya juga diakuisisi PT Super Mi Indonesia dari pemegang saham lain). 

Pada saat itu, PT Sanmaru sudah punya dua produk yang populer, selain Indomie, sejak 1983 ada Chiki, sebuah makanan ringan yang populer di kalangan anak-anak. Untuk Indomie sendiri, saat itu sudah memiliki beberapa varian, seperti kari ayam (1980), sop sapi, dan mi goreng (1982). 

BACA JUGA:Cuma Upload Foto Dapat Saldo DANA Rp 4.000.000, Buruan Simak Caranya di Sini

Menjelang tahun 1986, Indomie sudah memiliki 4 pabrik, yaitu di Jakarta (Ancol), Medan, Surabaya dan Palembang, dengan karyawan pada tahun 1990 mencapai 2.900 orang. 

Entah bagaimana, kemudian saham Djajadi (dan rekan-rekan) di PT Indofood Interna seluruhnya menjadi kekuasaan Salim. Menurut Anthony Salim, saham itu bisa menjadi milik mereka karena Djajadi (dan rekan-rekannya) sibuk berkonflik sehingga Salim dapat mencari untung di saat itu. Memang, pada saat itu salah satu partner Djajadi di PT Wicaksana, Pandi Kusuma justru memilih menjadi partner Salim. 

Pasca 1992, Djajadi sudah tidak lagi memiliki saham di pabrik Indomie setelah melepas saham miliknya yang tersisa ke Salim. Pada 1994, PT Indofood Interna dan PT Sanmaru digabung dalam perusahaan baru: PT Indofood Sukses Makmur Tbk (kemudian sejak 2009, produksinya dialihkan ke anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk). 

BACA JUGA:Terungkap, Ini Sosok Perempuan dalam Shaf Pria Sholat Berjamaah Ponpes Al Zaytun

Di bawah kekuasaan Indofood inilah, Indomie makin meluas dan memproduksi banyak sekali varian, dari varian biasa, varian daerah, varian khusus (seperti mi keriting dan mi siram), dan lain-lain. Indomie pun menjadi nomor 1 di Indonesia. Kemudian, di bawah Salim pula Indomie berhasil berkembang menjadi merek internasional, seperti ke Nigeria dan Arab Saudi. 

Di Nigeria, Indomie mulai diperkenalkan sejak tahun 1988 dan mulai diproduksi tahun 1995 melalui Dufil Prima Foods. Sedangkan di Arab Saudi, Indomie pertama kali diperkenalkan pada 1986 dan pabriknya dibuka pada 1992, dengan diproduksi oleh Pinehill Arabia Group Ltd. 

Pasca kejatuhan Orde Baru, Djajadi tampaknya berusaha mengambil peluang dengan kondisi masyarakat yang tidak menyukai kroni Soeharto. Pada 17 Desember 1998 ia menggugat Indofood ke pengadilan, karena ia merasa telah dipaksa menjual sahamnya dan mereknya di PT Indofood Interna dengan harga rendah. 

Djajadi juga menuduh Salim telah memanipulasi kepemilikan saham agar sahamnya semakin mengecil. Menuntut ganti rugi Rp 620 miliar, Djajadi kalah sampai banding di Mahkamah Agung.

BACA JUGA:Kisah Sahabat Rasulullah, Julaibib yang Buruk Rupa Namun Dirindukan Bidadari

Kalah dari Salim, Djajadi lebih memilih untuk melanjutkan bisnis pabrik mi instan baru yang sudah dirintisnya sejak Mei 1993, di bawah PT Jakarana Tama yang memproduksi mie Gaga dan dulu pernah mengedarkan produk bermerek Michiyo. 

Di bawah Salim Group, sejak 1984 sampai sekarang, Indomie tetap sukses dan dikenal luas masyarakat Indonesia maupun luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: