Benarkah Ada Fasilitas Mata-mata India di Sebelah Barat Indonesia? Cek Faktanya
--
Praktik pendirian pos militer oleh negara besar di wilayah sekutunya yang lebih kecil sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru. Namun, pembangunan di Agalega disebut mengganggu sebagian penduduk pulau.
Mereka mengeklaim bahwa di beberapa wilayah sudah dipagari, termasuk juga sejumlah wilayah pantai pasir putih dengan jajaran pohon palem di pulau itu.
Ada pula desas-desus bahwa desa La Fourche akan “ditelan” infrastruktur India yang sudah berkembang di sekitarnya. Sepuluh keluarga yang tinggal di sana disebut-sebut akan dipaksa keluar.
“Daerah ini akan menjadi terbatas sepenuhnya untuk orang India,” kata Laval Soopramanien, presiden Asosiasi Teman-Teman Agalega.
BACA JUGA:Top Up Voucher Game di BRImo Makin Cuan, Dapatkan Cashback 100 Persen
Soopramanien khawatir “Agalega akan menjadi kisah pulau Chago”. Kegelisahan yang sama juga dirasakan Billy Henri, 26 tahun, yang ibunya diusir dari pulau Chagos.
“Ibuku (kehilangan) pulaunya,” ucap Henri yang bekerja sebagai tukang. “Ayahku (asli Agalega) akan menjadi yang berikutnya.”
Untuk diketahui, sejumlah penduduk Agalega berasal dari keluarga yang menderita trauma setelah diusir dari Kepulauan Chagos yang berjarak 2.000 km di sebelah timur.
Pada tahun 1965 silam, pemerintah Inggris menyatakan Kepulauan Chagos adalah wilayah negaranya dan memberikan izin kepada AS untuk membangun stasiun komunikasi di pulau terbesar: Diego Garcia.
Lambat laun, Kepulauan Chagos bertransformasi menjadi pangkalan militer berskala penuh.
BACA JUGA:Sebelum Daftar, Ini Cara Cek Formasi PPPK 2024 Tahap 2, Simak Langkah-langkahnya
Ketakutan Billy Henri adalah bahwa pemerintah Mauritius sebagai penguasa semua tanah di Agalega dan satu-satunya penyedia lapangan pekerjaan berupaya untuk membuat kondisi Agalega begitu buruknya sampai semua orang hengkang.
Henry menyebut sejumlah masalah di bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, terbatasnya investasi terbatas untuk ekonomi lokal, minimnya lapangan pekerjaan, dan larangan bagi penduduk setempat untuk membuka bisnis sendiri.
Masih dilansir dari sumber yang sama, juru bicara pemerintah Mauritius mengatakan bahwa penduduk setempat tidak akan diminta angkat kaki dari Agalega. Pejabat itu menambahkan penduduk hanya dilarang memasuki bandara dan pelabuhan.
Kedua fasilitas itu, imbuhnya, membantu aparat dalam menangani pembajakan, perdagangan narkoba, dan penangkapan ikan yang tidak terkendali.
Mauritius juga menyangkal tuduhan bahwa Agalega menampung pangkalan militer. Pemerintah menyatakan jajaran kepolisian nasional masih mengontrol Agalega sepenuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: