Iklan RBTV

Hukum Selamatan Malam Satu Suro, Apakah Termasuk Dalam Ajaran Islam atau Hanya Tradisi Semata?

Hukum Selamatan Malam Satu Suro, Apakah Termasuk Dalam Ajaran Islam atau Hanya Tradisi Semata?

Hukum selamatan malam suro--

Artinya, kalender hijriyah pada dasarnya ditetapkan untuk keperluan administratif dalam surat-menyurat dan pencatatan sejarah. 

BACA JUGA:Cara Pinjam Uang di GoPay Rp5 Juta Langsung Cair dan Persyaratannya

Tidak ada indikasi bahwa penetapan ini disertai dengan perayaan atau ibadah khusus, baik oleh Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, maupun Umar bin Khattab. 

Mereka menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa ketergantungan pada peringatan awal tahun, bahkan ketika kalender hijriyah belum ditetapkan sekalipun.

Lebih lanjut, setelah kalender hijriah disahkan, Umar bin Khattab tidak pernah memerintahkan pengadaan acara khusus seperti doa bersama, shalat malam tahun baru, apalagi selamatan seperti yang sering dilakukan saat malam satu Suro

Hal ini menunjukkan bahwa segala bentuk ritual ibadah dalam rangka menyambut tahun baru hijriah baik itu puasa, dzikir, doa bersama, ataupun ucapan selamat tahun baru idak dikenal dalam praktik Islam yang diajarkan langsung oleh Nabi dan para sahabat.

BACA JUGA:Panduan Cara Pinjam Uang di SeaBank untuk Nasabah Baru dengan Limit Rp3 Juta Langsung Cair

Ulama kontemporer seperti Dr. Bakr Abu Zaid juga menegaskan hal serupa. Beliau menyatakan bahwa syariat tidak pernah mengajarkan dzikir atau doa khusus di awal tahun hijriyah. 

Sgala bentuk ritual seperti memperbanyak doa, memperingati tahun baru dengan puasa atau dzikir, bahkan hanya sekadar mengucapkan “Selamat Tahun Baru Hijriyah” tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam. 

Praktik-praktik tersebut muncul dari tradisi masyarakat yang kemudian dikaitkan dengan keagamaan, padahal secara syariat tidak memiliki rujukan yang sahih (tashih ad-dua).

BACA JUGA:Minimal Usia 21 Tahun atau Sudah Menikah, Pinjaman KUR Mandiri 2025 Rp 15 Juta Langsung Cair Tanpa Jaminan

Kegiatan selamatan malam satu Suro yang lazim dilakukan di masyarakat Jawa, misalnya, lebih merupakan bentuk tradisi budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. 

Tradisi ini kerap diisi dengan tumpengan, doa bersama, dan harapan agar tahun depan membawa keselamatan. 

Meski tujuannya baik, tetap perlu dipahami bahwa praktik ini bukan bagian dari syariat Islam. Bahkan jika diniatkan sebagai bentuk syiar, itu tetap tidak dapat dibenarkan karena agama tidak diajarkan berdasarkan niat semata, melainkan harus sesuai dengan dalil yang jelas.

Kesimpulannya, hukum selamatan malam satu Suro dalam perspektif Islam tidak memiliki dasar yang kuat. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait