Menanggapi hal tersebut, Kades Pasar Ngalam Suprida langsung menegaskan tidak ada upaya mempersulit penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) tersebut, karena pembukaan hutan mangrove, harus melewati prosedur agar tidak tersandung perkara hukum.
"Pada prinsipnya kami tidak ada mempersulit penerbitan SKT, tapi kami butuh hitam di atas putih dari instansi terkait pembukaan hutan bakau, agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari," terang Suprida.
BACA JUGA:Matahari Buatan China Pecahkan Rekor, Lebih Panas dari Matahari Sebenarnya
Tak ketinggalan mantan Kades Pasar Ngalam yang pernah menjabat 19 tahun dan juga mantan DPRD Seluma, Zainal Arifin (70) menyesalkan adanya pembukaan hutan mangrove yang sedari dulu memang dilarang buka.
"Jujur saya merasa tersinggung, karena dari dulu saya jadi kades 19 tahun lamanya, dari dulu yang namanya hutan bakau dilarang dibuka, ini malah dibuka pakai alat berat tanpa pamit," tegas Zainal Arifin.
Sementara itu, dalam musyawarah ini, Kades Pasar Ngalam melibatkan BPD, dan mengundang sejumlah instansi pemerintah terkait seperti Dinas Perikanan, Dinas PUPR, Dinas Pertanian, Dinas PMD, Polsek Sukaraja dan Koramil Air Periukan.
BACA JUGA:Fenomena Matahari Terbit dari Barat Menurut Al-Quran dan Ilmuwan, Ini Bedanya
Namun sayangnya, BKSDA Seksi Konservasi Wilayah II Bengkulu dan DLH Kabupaten Seluma tidak hadir untuk menanggulangi permasalahan ini meski telah diundang.
Dari hasil kesimpulan musyawarah ini, Dinas Perikanan Kabupaten Seluma, Bidang Tata Ruang Dinas PUPR dan Dinas Pertanian Kabupaten Seluma menyebutkan lokasi yang dibuka diluar kawasan Cagar Alam dan masuk dalam peta areal perkebunan besar.