“Sabdo” berasal dari kata “Sabda” atau “perkataan/firman” dan “Palon” adalah “pegangan.” Berdasarkan definisi dasarnya, Palon memiliki arti kayu pengancing kadang ternak. Sedangkan “Naya” memiliki arti “pandangan/pengamatan,” selanjutnya “Genggong” memiliki arti “keabadian”.
BACA JUGA:Bayangkan jika Kita Dijaga Malaikat, Berikut 10 Tanda Orang yang Dijaga Malaikat
Jadi Sabdo Palon dan Naya Genggong secara umum dan keseluruhan berarti pegangan dengan berlandaskan atas keadaan yang berlangsung terjadi secara berkelanjutan dan abadi. Definisi sebutan inilah yang dipegang oleh kedua punakawan saat mereka meninggalkan Prabu Brawijaya V.
Dikisahkan sesudah wafatnya sang Prabu Brawijaya V, Sultan Kerajaan Demak yaitu Raden Patah dan Sunan Kalijaga mendengar suara gaib yang berbunyi “Habislah cinta kasihku kepada anak, walaupun telah mati wujudku, tetapi ingatlah besok kalau ada Agama kawruh, saat itu akan kubalas.”
Mendengar suara gaib itu, Raden Patah dan Kanjeng Sunan Kalijaga merasa bersalah dan mereka ingin menebus kesalahannya dengan selalu menggunakan jubah warna hitam. Mereka juga menggunakan penutup kepala bernama udheng atau iket/destar berwarna wulung.
Kemudian Sunan Kalijaga mendapat petunjuk dari Yang Maha Kuasa mengenai Ilmu Sejatining Urip yaitu ilmu yang berproses pada diri sendiri untuk mengetahui hidup yang sejati.
BACA JUGA:Percaya Gak Percaya Ada Rumah yang Dibangun dari Hasil Pesugihan, Berikut 7 Tandanya
Ilmu Sejatining Urip ini mengajarkan bahwa “budi” dalam diri setiap pribadi yang menggerakan kehendak sehingga keluar berupa ucapan atau sabda.
Ilmu inilah yang dulunya masih dipertahankan oleh Sabdo Palon dan Naya Genggong, yang dikenal dengan Agama Budi. Demi keyakinan ini juga, kedua punakawan ini rela meninggalkan pengabdian mereka kepada Prabu Brawijaya V.
Ramalan Sabdo Palon dan Naya Genggong Jadi Nyata
Sabda Palon dan Naya Genggong juga meninggalkan sejumlah ramalan, di antaranya adalah kehadiran penjajah Belanda yang diibaratkan sebagai sosok “kebo bule mripat sliwer.”
Ramalan ini menjadi nyata dengan kedatangan Belanda pada 1602 yang dipelopori oleh Cornelis de Houtman yang kemudian menjajah Indonesia.
Kemudian Sabdo Palon dan Naya Genggong juga mengatakan soal kemunculan agegaman kawruh atau agama kawruh.
Dalam pengertiannya, kawruh berasal dari kata dasar dalam bahasa Jawa, yaitu weruh yang berarti mengetahui yang kemudian diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang lebih bersifat sekulur.
BACA JUGA:Gak Mau Kalah Sama PNS, Ternyata Kepala Desa Juga Punya Tunjangan, Ini Besarannya