Sedangkan aurat wanita di hadapan wanita lain adalah anggota-anggota tubuh yang biasa diberi perhiasan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Tidak boleh seorang pria melihat aurat pria lainnya, dan tidak boleh seorang wanita melihat aurat wanita lainnya” (Hadits shahih Riwayat Muslim, dari Abu Sa‘id al-Khudriy radhiyallaahu ‘anhu).
Syaikh al-Albani mengatakan, “Sedangkan perempuan muslimah di hadapan sesama perempuan muslimah maka perempuan adalah aurat kecuali bagian tubuhnya yang biasa diberi perhiasan. Yaitu kepala, telinga, leher, bagian atas dada yang biasa diberi kalung, hasta dengan sedikit lengan atas yang biasa diberi hiasan lengan, telapak kaki, dan bagian bawah betis yang biasa diberi gelang kaki. Sedangkan bagian tubuh yang lain adalah aurat, tidak boleh bagi seorang muslimah demikian pula mahram dari seorang perempuan untuk melihat bagian-bagian tubuh di atas dan tidak boleh bagi perempuan tersebut untuk menampakkannya.”
Adapun tentang batasan aurat seorang wanita di hadapan mahramnya, secara garis besar ada dua pendapat ulama yang masyhur (populer) tentang batasan ini.
BACA JUGA:Cek NIK KTP Kamu Sekarang, Pemilik KTP Jenis Ini Bisa Pinjam KUR BRI Tanpa Jaminan Hingga Rp100 Juta
Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahramnya adalah antara pusar hingga lutut. Sedangkan pendapat kedua mengatakan, bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahramnya adalah sama dengan aurat wanita di hadapan wanita lain, yakni semua bagian tubuh kecuali yang biasa diberi perhiasan.
Penulis mencukupkan diri dengan pendapat yang lebih rajih (kuat) dari Syaikh al-Albani bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahramnya adalah sama sebagaimana aurat wanita di hadapan wanita lain, yakni seluruh tubuhnya kecuali bagian-bagian yang biasa diberi perhiasan.
BACA JUGA:Pembiayaan KUR Kecil BCA Plafon Rp100 Juta, Pedoman Lengkap Agar Pengajuan Bisa Tembus