Pendapat serupa juga diungkapkan oleh pakar pemilihan umum dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini. Menurutnya, pengawasan akan sulit dioptimalkan dalam sistem penghitungan dua panel, mengingat UU Pemilu mengatur bahwa pengawas TPS, yang merupakan bagian dari Bawaslu, hanya tersedia satu di setiap TPS.
BACA JUGA:Calon Anggota KPPS Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Bukan Anggota Partai Politik, Ini Contohnya
Picu Kekurangan
Fokus pemilih cenderung tertuju pada penghitungan suara Pilpres 2024 daripada penghitungan suara Pemilu Anggota DPR RI. Menurut Titi, hal ini berpotensi menciptakan situasi yang mengundang kecurangan serta manipulasi karena pengawasan yang tidak optimal selama proses tersebut.
Metode dua panel ini juga dipandang memiliki potensi untuk mengurangi tingkat akuntabilitas dalam penghitungan suara dibandingkan dengan metode yang sudah berlangsung selama ini, yang dilakukan secara terpisah dan berurutan.
BACA JUGA:Hari Ini Terakhir Pendaftaran KPPS 2024, 7 Kompetensi Dasar yang Wajib Dimiliki Calon Anggota KPPS
Selain itu, sistem dua panel ini memerlukan ruang yang luas dan memadai di Tempat Pemungutan Suara (TPS), sementara pada praktik pemilu sebelumnya, beberapa TPS memiliki ruang yang sangat terbatas.
Namun, jika digunakan sistem dua panel, akan sangat membatasi mobilitas petugas, saksi, dan pengawas. Terlebih lagi, penghitungan suara dari dua panel yang berjalan berdekatan juga bisa mengganggu proses penghitungan antar panel.
Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan bahwa kemampuan petugas yang bekerja pada dua panel harus setara dalam standar minimal yang sama. Titi menekankan bahwa pelatihan dan bimbingan teknis harus diselenggarakan untuk semua petugas TPS, bukan hanya untuk beberapa orang.
Dengan pendekatan ini, beban kerja petugas dapat diseimbangkan, baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan teknis dalam penghitungan suara. Menurut anggota Dewan Pembina Perludem, beban kerja yang berat pada petugas TPS dapat dikurangi, terutama terkait penyalinan hasil penghitungan suara.
Penghitungan suara tetap dilakukan seperti sebelumnya, yaitu dalam satu panel secara berurutan. Namun, pembagian tugas di antara tujuh anggota KPPS harus lebih merata agar tidak terfokus pada satu atau dua orang saja.
Untuk penyalinan hasil pemilu, diperlukan inovasi agar tidak perlu dilakukan secara manual. Masalahnya, penyalinan manual membutuhkan waktu dan tenaga yang besar, memperpanjang durasi kerja petugas, terutama jika terjadi kesalahan dalam pencatatan salinan.
KPU seharusnya memprioritaskan digitalisasi penyalinan hasil pemilu di TPS daripada melanjutkan metode penghitungan dua panel. Penggunaan dua panel justru tidak akan mengurangi beban kerja, bahkan berpotensi menciptakan kekacauan baru di TPS.
BACA JUGA:Calon Anggota KPPS Wajib Jujur jika Ada Penyakit, Ini Alasan Pentingnya