Selain itu, jika ada warisan yang ditinggalkan suami karena suami meninggal dunia, maka istri maupun anak akan sulit mendapatkan hak dari harta warisan.
Kesulitan ini tidak menemui titik terang lantaran tidak ada bukti otentik yang mendukung mengenai pernikahan yang dicatatkan.
Sedangkan dalam hukum Islam, harta bersama dapat dibagi antara suami istri yang bercerai, meskipun perceraian tersebut terjadi dalam pernikahan siri.
Pengaturan harta bersama setelah perceraian bagi pasangan nikah siri menurut hukum Islam dapat dilakukan menurut adat dan istiadat.
BACA JUGA:Segini Gaji Pegawai Pos Indonesia, Apakah Pensiunan Pegawai Pos Indonesia Sejahtera?
Hal ini dikarenakan, konsep awal dari harta bersama berikut dengan metode pembagiannya itu sendiri diambil berdasarkan ‘urf yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Sementara itu, meski sebagian kalangan menganggap pernikahan jenis ini sah di mata agama Islam, kenyataannya nikah siri tidak diakui oleh negara. Dengan kata lain, tidak memiliki kekuatan hukum yang bisa mengikat.
Laki-laki mungkin secara langsung tak merasakan dampak dari masalah legalitas pernikahan tersebut.
Sebaliknya, perempuan atau istri beserta anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan siri jelas menjadi pihak yang paling dirugikan.
BACA JUGA:Syarat Pinjaman KUR Bank Mandiri Rp20 Juta, Agar Peluang Lolos Lebih Besar
Dampak pernikahan siri untuk istri dan anak:
1. Pernikahan Dianggap Tak Pernah Ada oleh Negara
Masalah pertama dalam pernikahan siri adalah tidak adanya akta perkawinan, Jelas, hal ini terjadi karena pernikahan tersebut tidak tercatat di KUA
Akta perkawinan adalah bukti telah terjadinya atau berlangsungnya perkawinan. Nah, ketiadaan bukti inilah yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki legalitas di hadapan negara.
Jadi, perkawinan siri memang sah secara agama. Tetapi, tidak memiliki kekuatan hukum dan karenanya dianggap tidak pernah ada dalam catatan pegara.
BACA JUGA:Besaran Bunga dan Cicilan Pinjaman KUR BRI Rp15 Juta di Tahun 2024, Ajukan Sekarang