1. Benda berharga
Mahar harus berupa harta atau benda yang memiliki nilai. Pentingnya mahar yang memiliki nilai menegaskan keseriusan dan tanggung jawab calon suami dalam pernikahan.
Meskipun tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah mahar, mahar dalam jumlah yang sedikit pun tetap dianggap sah asalkan memiliki nilai.
2. Barang suci dan bermanfaat
Mahar harus berupa barang yang suci dan bermanfaat. Barang-barang seperti khamer (minuman keras), babi, atau darah dianggap haram dan tidak boleh dijadikan mahar karena tidak memiliki nilai dan keberkahan dalam Islam.
3. Barang bukan hasil ghasab
Mahar tidak boleh berupa barang hasil ghasab, yaitu barang yang diambil tanpa izin pemiliknya.
Meskipun pemberian mahar dengan barang hasil ghasab dianggap tidak sah, akad nikah tetap dianggap sah. Hal ini menunjukkan pentingnya kejujuran dan etika dalam memberikan mahar.
BACA JUGA:Daya Tampung Universitas Bengkulu Mencapai 6.128 ribu untuk Penerimaan Mahasiswa Baru 2024
4. Barang dengan keadaan jelas
Mahar harus diberikan dalam bentuk barang yang keadaannya jelas dan jenisnya disebutkan. Mahar yang tidak jelas atau tidak memiliki keadaan yang jelas dapat menimbulkan keraguan dan ketidakpastian.
Oleh karena itu, mahar haruslah benda yang memiliki nilai, suci, bukan barang hasil rampasan, dan memiliki keadaan yang jelas.
5. Tidak ada batasan nilai mahar
Penentuan jumlah mahar disesuaikan dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak. Islam menekankan pada kesepakatan dan kemampuan bersama dalam menentukan mahar.