Apabila ditemui nomor polisi sesuai dengan yang tertera di buku, mereka langsung mengejar.
Tanggung jawab dari mata elang ini adalah mengambil kendaraan tertentu dengan kondisi seperti sebagai berikut
1. Pemilik atau debitur sulit dicari;
2. Kendaraan sudah berpindah tangan (dijual) dan tidak diketahui keberadaannya;
3. Kendaraan dalam kondisi sedang digadaikan;
4. Kendaraan sudah tidak terlacak;
5. Jasa mata elang dipakai begitu pihak kreditur atau pemberi kredit juga sudah merasa putus asa untuk menagih secara prosedural, sedangkan pihak debitur tetap menghindar dan melarikan diri.
Sebenarnya, pihak lessor atau pemberi kredit tidak perlu menggunakan jasa mata elang untuk menarik kendaraan debitur yang wanprestasi. Namun, tentunya setiap kendaraan yang dikredit tersebut harus dilengkapi jaminan fidusia seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Jaminan Fidusia).
BACA JUGA:Buntut Panjang Kasus Aiptu FN yang Laporkan Balik DC, Ini 4 Syarat Penarikan Paksa Kendaraan Leasing
Dalam Undang-Undang ini, menyatakan bahwa polisi dapat memberi bantuan kepada pemberi kredit untuk menarik kendaraan yang dijamin dengan fidusia.
Tetapi, banyak pihak lessor atau pemberi kredit yang tidak memberikan jaminan fidusia, sebab harus menanggung biaya yang cukup besar untuk setiap kendaraan.
Oleh sebab itu, dengan tidak adanya jaminan fidusia, pihak pemberi kredit tidak memiliki punya hak eksekusi terhadap objek yang dijaminkan dan perjanjian itu menjadi lemah karena dibuat di bawah tangan.
BACA JUGA:20+ Aplikasi Pinjol Tanpa DC Lapangan dan Resmi OJK, Cocok Untuk Modal Lebaran 2024
Hal tersebutlah yang membuat pihak lessor menggunakan jasa mata elang untuk mengurus para debitur yang gagal bayar untuk menarik kendaraan.
Dalam peraturan terbaru yaitu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, menyatakan bahwa perusahaan leasing atau pemberi kredit tidak dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan maupun rumah secara sepihak.