Program Tunjangan Kerja pada Tahun 1950
Pada tahun 1950, Soekiman Wirjosandjojo yang menjabat sebagai Perdana Menteri keenam Indonesia memiliki program kerja untuk meningkatkan kesejahteraan pamong praja atau sekarang disebut sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
BACA JUGA:Perkara Sepele di Malam Takbiran, Pedagang Pasar Panorama Kena Bacok
Mulanya, tunjangan ini berbentung uang persekot (pinjaman awal) yang diharapkan dapat menjadi pendorong kesejahteraan para pekerja.
Uang persekot tersebut dikembalikan lagi ke negara dalam bentuk pemotongan gaji bulanan.
Protes Kaum Buruh
Tunjangan yang hanya diberikan kepada PNS itu kemudian menimbulkan protes dari kaum buruh.
Pada tanggal 13 Februari 1952, para buruh mogok kerja dan berdemo untuk menuntut hak serupa dengan PNS dari pemerintah.
BACA JUGA:Intip Sejarah Lengkap Biskuit Legendaris Khong Guan, Selalu Eksis Ketika Momen Lebaran Idul Fitri
Tuntutan tersebut diterima oleh pemerintah sehingga tahun 1954, Menteri Perburuhan Indonesia mengimbau setiap perusahaan memberikan “Hadiah Lebaran” untuk para pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah.
Peraturan Menteri Terkait THR
Beberapa tahun setelahnya, tepatnya pada 1961, Peraturan Menteri perihal “Hadiah Lebaran” dikeluarkan.
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pekerja yang sudah bekerja selama minimal 3 bulan berhak atas THR.
Istilah Hadiah lebaran menjadi THR
Lalu mulai 1994, Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 04/1994 tentang THR keagamaan bagi pekerja di perusahaan. Menteri Ketenagakerjaan juga mengubah istilah “Hadiah Lebaran” menjadi “Tunjangan Hari Raya” atau THR.
BACA JUGA:Daftar 5 Pantai Terindah di Gunung Kidul Jogja dan Harga Tiket Masuk untuk Libur Lebaran