Para penyelam ini adalah bagian dari anggota tim hasil kolaborasi antara dua perusahaan, yakni Cosmix Underwater Research Ltd dengan perusahaan lokal, PT Paradigma Putra Sejahtera.
Pemburu harta dari Belgia, Luc Heymans ikut serta dalam pencarian warisan nenek moyang itu. Di antara benda berharga yang ditemukan adalah batu permata besar yang konon milik Dinasti Fatimiyah.
Berdasarkan catatan sejarah, Dinasti Fatimiyah mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad. Fatimah merupakan putri bungsu Nabi Muhammad dari istri pertama, Khadidjah.
Nilai total harta karun itu pada 2010 diperkirakan Rp720 miliar. Namun, pelelangan pada tahun itu sepi peminat.
Tak ada yang berniat menawar. Gara-garanya, tak ada peminat yang menyerahkan uang jaminan sebesar 20 persen dari harga limit atau sekitar US$16 juta. Uang jaminan atau deposit itu cukup tinggi karena harta karun itu dilelang dalam satu paket.
BACA JUGA:Ternyata ini Sumber Kekayaan Truong My Lan, Konglomerat Vietnam yang Divonis Hukuman Mati
Dirunut dari sejarah, Cirebon adalah destinasi awal para pedagang Muslim di Nusantara. Menurut para ahli sejarah, Islam datang ke wilayah Indonesia pada Abad ke-12.
Temuan tersebut juga diharapkan memecahkan misteri mengapa raja-raja Jawa Abad ke-10 pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, demikian menurut John Miksic, sejarawan maritim di National University of Singapore, seperti dikutip dari New York Times.
Indonesia dikenal sebagai ‘kuburan kapal’ pada masa lalu. Baru sekitar 500 bangkai bahtera yang telah ditemukan hingga saat ini, ribuan lainnya masih belum diketahui posisinya.
3. Harta Karun ‘Titanic dari Timur’
Pada 12 Mei 1999, Michael Hatcher, pemburu asal Australia menemukan bangkai kapal Tek Sing yang mengangkut 360 ribu porselen temuan terbesar gerabah berharga asal Tiongkok, dari era Dinasti Ming.
Sebelumnya, ia menyewa beberapa ahli arkeologi untuk mempelajari arsip-arsip VOC untuk menggali sejumlah informasi penting.
BACA JUGA:Harta Karun Emas Ada di Seluma Bengkulu, Bagaimana jika Masyarakat Buka Tambang Tradisional?
Media Jerman, Spiegel menjuluki kapal itu sebagai ‘Titanic of the East’ atau Titanic dari Timur karena sejarahnya yang sama-sama tragis. Saat karam pada 6 Februari 1822, sebagian besar dari 1.600 awak dan penumpangnya meninggal dunia.
Jasad manusia juga ditemukan di dalam bangkai kapal. Namun, para penyelam yang berasal dari Indonesia tak berani mengusiknya.
Mereka percaya, siapa saja yang berani mengusik para mendiang bakal kualat. Kargo yang diangkat dari Tek Sing kemudian dilelang di Stuttgart, Jerman pada November 2000.