Sepuluh hari kemudian, ibunya akan menemani dan menangis bersama putrinya. Selanjutnya sepuluh hari kemudian, neneknya juga akan menyusul untuk bergabung bersama anak dan cucunya menangis bersama mereka. Jika ada saudara, sepupu atau bibi dari pengantin wanita, maka semuanya juga harus ikut bergabung untuk menangis.
Dalam acara tersebut, untuk membangun suasana, ada paduan suara yang menyanyikan lagu-lagu yang teramat sedih. Hal ini sangat membantu pengantin wanita dan wanita lainnya, bahkan mungkin juga membuat para pria untuk menangis.
Hal ini dipercaya dapat mengurangi beban sang pengantin wanita dan orang-orang yang ikut menangis. Ada sebuah lagu yang juga didendangkan, judulnya "Lagu Pernikahan Menangis". Beberapa lagu lainnya seputar tema etika dan berbakti turut didendangkan.
BACA JUGA:Ini 10 Macam Ritual Pesugihan yang Masih Dilakukan Zaman Modern, Ada Pesugihan Tuyul
Beberapa pengantin wanita bahkan tidak membatasi dirinya hanya untuk menangis. Mereka juga bebas untuk mengungkapkan seluruh isi hatinya yang terpendam atas ketidakpuasan mereka dengan melontarkan makian bahkan sumpah serapah pada mak comblangnya!
Maklum, di masa lalu pengantin wanita tidak punya hak suara dalam pernikahannya sehingga hanya bergantung pada comblang (penjodoh/perantara).
Pada dasarnya, ritual menangis pada momen pernikahan dimaksudkan untuk memicu suasana perasaan kebahagiaan dengan mengeluarkan hal-hal yang tidak mengenakkan di hati si pengantin wanita tanpa kata-kata palsu. Apalagi bila pengantin wanita tidak suka dengan calon suaminya.
Sementara itu, sebuah tradisi menangis juga masih dipert ahankan masyarakat di kota wisata Zhangjiajie, Tiongkok tepatnya oleh para perempuan suku minoritas Tu Cya. Mereka menjalani tradisi menangis selama tiga hari tiga malam saat menjelang menikah. Selain calon mempelai perempuan, teman-teman dan keluarganya yang perempuan juga ikut menangis.
BACA JUGA:Tidak hanya Kekuatan Spiritual, Memiliki Khodam juga Bisa Berdampak Buruk
Tradisi tersebut merupakan tanda kesedihan calon mempelai perempuan karena akan berpisah dari orangtua. Tangisan itu adalah bentuk cinta dan pengabdian mendalam kepada orangtua dan keluarga, yang telah membesarkan dan mendidiknya sehingga memasuki masa pernikahan.
Semakin keras tangis dan makin banyak air mata yang mengucur menandakan semakin tinggi pengabdian dan cinta kepada orang tua serta keluarga, karena itu tangisan yang dilakukan sang calon mempelai perempuan selalu dilakukan dengan penuh perasaan.
"Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan kini menjadi satu daya tarik wisata," kata Yu Wen Hui, pimpinan Biro perjalanan Dong Fang International Ltd, Guangzhou, di Zhangjiajie, Tiongkok. "Jadi di Zhangjiajie, pesta pernikahan tidak diwarnai suasana bersenang-senang, tetapi kesedihan yang mendalam," ujarnya.
Banyak wisatawan yang tertarik dengan tradisi unik tersebut dan membuat pariwisata Zhangjiajie lebih unggul dibandingkan daerah lain di Tiongkok. Setiap tahun sekitar 800.000 wisatawan mancanegara datang ke kota kecil itu.
BACA JUGA:Dahulu Jaranan atau Kuda Lumping Bukan untuk Dipertontonkan, Cerita Awalnya Ritual untuk Tolak Bala
Lain pula coraknya tradisi menangis menjelang perkawinan yang dilakukan masyarakat Tujia yang berada di Provinsi Sichuan, Tiongkok.