Dapat Harta Karun? Seperti Ini Hukum Internasional Tentang Kepemilikan Harta Karun Kapal Tenggelam

Minggu 21-04-2024,20:26 WIB
Reporter : Sheila Silvina
Editor : Purnama Sakti

Karena banyak kapal di masa lalu mengangkut muatan berharga sebagai bagian dari perdagangan internasional atau sebagai harta benda pribadi, harta karun kapal tenggelam sering kali menjadi sasaran para pemburu harta karun dan menjadi fokus eksplorasi arkeologis.

Konvensi Hukum Laut PBB

Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) adalah kerangka kerja hukum internasional yang penting dalam menangani masalah kepemilikan harta karun kapal tenggelam.

UNCLOS mengatur berbagai aspek hukum laut, termasuk hak dan kewajiban negara-negara di laut lepas, zona ekonomi eksklusif, dan kontinental shelf.

Menurut UNCLOS, kepemilikan harta karun kapal tenggelam terletak pada kedaulatan negara yang memiliki yurisdiksi atas wilayah tempat kapal tersebut tenggelam.

Namun, UNCLOS juga mengakui prinsip kedaulatan negara-negara di laut lepas dan zona internasional, yang dapat mempengaruhi kepemilikan harta karun.

BACA JUGA:Teka-teki Harta Karun Peninggalan Soekarno yang Belum Ditemukan, Benarkah Adanya?

Prinsip "Salvage" (Penyelamatan)

Prinsip "salvage" adalah prinsip hukum laut yang mengatur upaya penyelamatan kapal dan harta karun yang tenggelam.

Menurut prinsip ini, pihak yang berhasil menyelamatkan kapal atau harta karunnya memiliki hak untuk menerima imbalan atau kompensasi yang sesuai, yang dikenal sebagai "salvage award." Namun, imbalan tersebut harus wajar dan adil.

Perselisihan tentang kepemilikan harta karun kapal tenggelam sering kali muncul antara negara-negara yang memiliki klaim atas wilayah tempat kapal tersebut tenggelam, negara asal kapal, dan pihak-pihak yang melakukan penemuan atau penyelamatan.

BACA JUGA:Bikin Heboh Dunia, Berikut Fakta Mengenai Teka-teki Harta Karun Soekarno di Bank Swiss

Perselisihan semacam ini dapat menjadi kompleks karena melibatkan berbagai aspek hukum internasional, termasuk hukum laut, hukum kepemilikan, dan hukum kontrak.

Di Indonesia sendiri, dalam pemanfaatan hasil ekplorasi harta karun  bawah laut dapat dinyatakan sebagai cagar budaya milik negara seperti yang  dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010  Tentang Cagar Budaya menerangkan bahwa “Cagar Budaya adalah warisan  budaya yang bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar  Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar  Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena  memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, Pendidikan, agama,  dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan”.

BACA JUGA:Tidak Turun ke Medan Peperangan, Ini Alasan R.A Kartini Diangkat Menjadi Pahlawan Nasional

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, hal-hal tersebut tentunya  menjadi persoalan yang menarik untuk dibahas dan perlu diteliti secara lebih  lanjut mengingat permasalahan mengenai klaim status kepemilikan atas  bangkai kapal dan muatannya ini merupakan hal yang serius yang harus  disoroti oleh hukum internasional, serta Salvage Convention 1989 yang  merupakan konvensi yang telah ada sejak 1989 lalu seharusnya dapat dibedah  dan ditemukan peraturan konkrit nya mengenai status kepemilikan bangkai  kapal dan muatannya yang ditemukan di perairan internasional.

Kategori :