Bagaimana Hukum Membagikan Daging Kurban Sudah Dimasak, Sah atau Tidak?

Rabu 24-04-2024,11:22 WIB
Reporter : Tianzi Agustin
Editor : Purnama Sakti

NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Bagaimana hukum membagikan daging kurban sudah dimasak, sah atau tidak?

Hari Raya Idul Adha atau yang biasa dikenal sebagai hari raya kurban akan segera tiba. Momen kurban menjadi kesempatan emas bagi umat muslim untuk mendapat pahala dan saling berbagi. 

Karena dengan berkurban juga sebagai salah satu cara beribadah dan bentuk syukur atas rezeki yang didapat.

BACA JUGA:Begini Hukum Arisan Kurban! Cek juga Larangan Bagi Orang yang akan Berkurban

Idul adha adalah salah satu hari besar yang dirayakan oleh seluruh umat Islam di dunia. Di hari itu juga, diadakan qurban atau menyembelih hewan yang sejarahnya diawali dari kisah Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim.

Umat muslim penting untuk mengetahui fiqih tentang kurban terutama bagi yang berkurban pada Hari Raya Iduladha 10 Dzulhijjah. Salah satu ilmu yang perlu diketahui adalah cara membagi daging kurban.

Pada umumnya daging hewan kurban dibagikan dalam kondisi mentah. Lantas, bagaimana dengan pembagian daging kurban dalam bentuk sudah dimasak (matang)? 

Mengenai hal ini, para ulama berbeda pendapat. Ulama mazhab Syafi’i, seperti Syekh Khatib al-Syarbini berpendapat bahwa daging hewan kurban yang disedekahkan kepada para fakir miskin harus dalam keadaan mentah. 

BACA JUGA:Mana Lebih Bagus Kurban Sapi Atau Kambing? Ternyata Begini Penjelasannya

Hal ini agar para fakir dan orang miskin lebih leluasa dalam memanfaatkanya, sehingga tidak harus memakannya tetapi juga bisa menjual atau lainnya. 

Sebab, hak fakir miskin atas daging kurban ialah memilikinya, tak hanya memakannya.

Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli menegaskan dalam kitab Nihayah al-Muhtaj, juz 8, hal. 142 bahwa “Wajib memberikan kadar daging yang wajib disedekahkan dalam bentuk mentah, bukan berupa dendeng,”.

Sedangkan, pandangan mazhab Imam Syafi’i yang disampaikan dalam beberapa referensi, di antaranya oleh Syekh Khatib al-Syarbini yang menjelaskan bahwa:

 وَيُشْتَرَطُ فِي اللَّحْمِ أَنْ يَكُونَ نِيئًا لِيَتَصَرَّفَ فِيهِ مَنْ يَأْخُذُهُ بِمَا شَاءَ مِنْ بَيْعٍ وَغَيْرِهِ كَمَا فِي الْكَفَّارَاتِ، فَلَا يَكْفِي جَعْلُهُ طَعَامًا وَدُعَاءُ الْفُقَرَاءِ إلَيْهِ؛ لِأَنَّ حَقَّهُمْ فِي تَمَلُّكِهِ لَا فِي أَكْلِهِ وَلَا تَمْلِيكُهُمْ لَهُ مَطْبُوخًا

“Disyaratkan di dalam daging (yang wajib disedekahkan) harus mentah, supaya fakir/miskin yang mengambilnya leluasa memanfaatkan dengan menjual dan semacamnya, seperti ketentuan dalam bab kafarat (denda), maka tidak cukup menjadikannya masakan (matang) dan memanggil orang fakir untuk mengambilnya, sebab hak mereka adalah memiliki daging kurban, bukan hanya memakannya. Demikian pula tidak cukup memberikan hak milik kepada mereka daging masak.”

Kategori :