Adakah Perbedaan Cara Menguburkan Jenazah Laki-laki dan Perempuan?

Selasa 30-04-2024,07:11 WIB
Reporter : Putri Nurhidayati
Editor : Agus Faizar

Bila tidak ada perempuan, suami, atau laki-laki mahram, maka merujuk pendapat al-Ashah dalam mazhab Syafi’i maka jenazah perempuan tersebut tidak dimandikan, namun ditayamumi sebagai ganti dari memandikannya; 

sementara menurut pendapat muqabilul ashah jenazah perempuan tersebut tetap dimandikan dengan lebih hati-hati untuk menjaga kehormatannya, yaitu dengan cara sebagai berikut:   

(1) Jenazah perempuan tetap tertutup rapat dengan bajunya;  

(2) Laki-laki yang memandikannya menggunakan alas tangan, tidak menyentuh jenazah secara langsung; dan  

(3) Optimal dalam menjaga pandangannya, hanya boleh memandang jenazah dalam kondisi darurat atau seperlunya. (Muhammad bin Ahmad al-Mahalli, Syarah Al-Mahalli dicetak bersama Hâsyiyatâni Qulyûbi wa ‘Umairah, [Singapura-Jedah-Indonesia: Al-Haramain], juz I, halaman 379-380). 

BACA JUGA:Muslim Harus Tahu, Ini Doa Menguburkan Jenazah, Pahami juga Adab Mengiringi Jenazah Menuju Pemakaman

Mengafani Jenazah Perempuan 

Dalam mengafani jenazah perempuan, ada tiga level sebagimana berikut: 

(1) Batas minimal kafan bagi jenazah perempuan adalah kain yang menutupi seluruh tubuh;  

(2) Tiga lapis kain yang masing-masing dapat menutupi seluruh tubuh; 

(3) Paling sempurna adalah lima lapis kain, yang terdiri dari (a dan b) dua lapis kain yang masing-masing dapat menutupi seluruh tubuh, (c) izâr yaitu kain yang menutup bagian tengan tubuh dari pusar hingga lutut, (d) gamis, dan (e) kerudung yang menutup kepala. (Ibrahim al-Bajuri, Hâsyiyah al-Bâjuri, juz I, halaman 248-249).

BACA JUGA:Panduan Lengkap Cara dan Doa Sholat Jenazah Perempuan

Menshalati Jenazah Perempuan Siapa saja boleh menyolati jenazah perempuan, baik laki-laki apalagi perempuan.

Namun ada beberapa detail yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut: 

(1) Niat dan doa-doa di dalam shalat jenazah semestinya disesuaikan dengan jenis kelamin jenazah, yaitu perempuan. Semisal pelafalan niat menjadi: Ushalli ‘ala hâdzihil mayyitati ar-ba’a takbirâtin fardhal kifâyati lillâhi ta’âla … Demikian pula pelafalan doa menjadi: Allâummaghfirlahâ war hamhâ wa ‘âfihâ wa’fu ‘anhâ … 

(2) Imam atau orang yang shalat jenazah sendirian (munfarid), berdiri tepat di arah pantat jenazah. (Sulaiman bin Umar al-‘Ajili, Hâsyiyatul Jamâl, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, halaman 188).

Kategori :