Terlebih, revolusi industri yang menggeliat di benua Eropa mempengaruhi perubahan industri di berbagai wilayah benua lainnya termasuk Hindia Belanda.
Hal tersebut menjadikan permintaan batu bara semakin meningkat.
Hasil tambang batu bara inilah yang nantinya digunakan sebagai sumber energi penting bagi pabrik bermesin uap, juga sektor transportasi darat dan laut.
Secara global sulit melepas ketergantungan energi fosil yang tak terbarukan tersebut pasca revolusi industri.
Kebutuhan komoditas batu bara yang dikenal dengan sebutan si emas hitam ini semakin meningkat konsumsinya dari tahun ke tahun.
Kendati demikian, dalam sejarah tambang batu bara di Indonesia permintaan emas hitam ini juga sempat mengalami pasang surut seiring dengan penemuan sumber energi lainnya.
pertambangan batu bara di kota kecil ini bermula pada tahun 1867. Ketika itu.
BACA JUGA:Sudah Banyak Diambil, Cadangan Harta Karun Emas di Mimika Papua Tengah Masih Banyak, Ini Lokasinya
Seorang petualangan asal Belanda Willem Hendrik de Greve berhasil menemukan deposit batu bara di dalam perut bumi, di sekitar Sungai Ombilin, mencapai 205 juta ton. Penemuan ini sungguh mencengangkan ketika itu.
Ketika itu, Batubara sangat dibutuhkan oleh dunia industri dan transportasi.
Atas persetujuan pemerintah Belanda, ia mulai melakukan penambangan batu bara. Sejak itu, kota yang terpencil itu menjadi ramai.
Setelah masyarakat setempat "menyerahkan" daerah ini kepada Belanda, maka pada tahun 1876, dirintislah pertambangan batu bara di daerah ini.
Penambangan emas hitam di Sawahlunto mulai beroperasi pada tahun 1891.
Nilai investasi yang ditanamkan Kerajaan Belanda ketika itu sangat besar, 20 juta Gulden atau setara dengan Rp150 miliar.
BACA JUGA:Lokasi Harta Karun di Aceh, Ada Pulau Emas yang Dicari Oleh Orang Yunani dan Arab