Apa Saja 4 Ritual dan Tradisi Malam 1 Suro yang Dilakukan Masyarakat Jawa

Rabu 03-07-2024,20:15 WIB
Reporter : Putri Nurhidayati
Editor : Agus Faizar
Apa Saja 4 Ritual dan Tradisi Malam 1 Suro yang Dilakukan Masyarakat Jawa

Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa.

Hal tersebut bermaksud bahwa Sultan Agung menginginkan persatuan rakyatnya. Selain untuk menggempur Belanda di Batavia, hal itu juga bertujuan untuk menyatukan Pulau Jawa. 

Maka dari itu, Sultan Agung tidak ingin rakyatnya terpecah belah karena perbedaan keyakinan agama.

BACA JUGA:4 Weton Berikut Katanya Dilarang Keluar Rumah Pada Malam 1 Suro, Demi Terhindar dari Bahaya

Penyatuan kalender tersebut pun dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi.

Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro yang bertepatan pula dengan tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriah.

Sementara itu, Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan. 

Untuk itu, pada setiap hari Jumat Legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian yang dilakukan oleh para penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.

Dengan demikian, tanggal 1 Muharram atau 1 Suro Jawa yang dimulai pada hari Jumat Legi juga turut dikeramatkan.

Bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari tersebut di luar kepentingan mengaji, ziarah dan haul.

BACA JUGA:Gus Baha Ajarkan Amalan Malam 1 Suro, Diantaranya Membaca Kalimat Tasbih 10 kali

Makna Malam Satu Suro

Sejak saat itu hingga kini, malam satu Suro dimaknai sebagai bulan pertama dalam kalender Jawa-Islam. 

Penyebutan kata 'Suro' bagi masyarakat Jawa artinya bulan Muharam dalam kalender Hijriah. Kata tersebut berasal dari kata 'Asyura' dalam bahasa Arab dan dicetuskan oleh pemimpin Kerajaan Mataram Islam, Sultan Agung.

BACA JUGA:5 Mitos Malam 1 Suro, Nyi Roro Kidul Keluar dari Laut dan Pintu Gaib Terbuka

Namun Sultan Agung masih memadupadankan penanggalan Hijriah dengan tarikh Saka, tujuannya agar dapat merayakan keagamaan diadakan bersamaan dengan seluruh umat Islam dan menyatukan masyarakat Jawa yang terpecah saat itu antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).

Kategori :