Beberapa tahun kemudian, Tambang Salido masih beroperasi di bawah pimpinan Ir. De Greve. Karena merugi terus, tambang Salido akhinrya ditutup pada tahun 1928.
Hingga kini, bekas kegiatan penambangan masih berdiri di Desa Salido Ketek dan menjadi tujuan wisata.
BACA JUGA:Inilah 5 Jalan Tol Terkenal Angker di Pulau Jawa, Sering Menelan Korban Jiwa
Sejarah Tambang Salido atau Tambang Gunung Arum yang kerap disebut gunung emas, menghampar megah di tepian Pesisir Selatan, menjadi peninggalan bersejarah yang maha tua, bukan hanya di Sumatra, namun mungkin di seluruh Nusantara.
Meski demikian, sayangnya, minat para sejarawan untuk mengungkap rahasia dan legenda yang melingkupi tambang ini masihlah minim, padahal studi sejarah pertambangan mulai menarik perhatian secara global akhir-akhir ini.
Sebelum VOC mendarat di pesisir barat Sumatera, kekayaan emas yang terkandung di Salidi telah menjadi objek penambangan oleh penduduk asli setempat.
BACA JUGA:Tabel Rincian Dana Desa di Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2024, Ada Desa Dapat Rp 2 Miliar
Bahkan, jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa di Nusantara, cerita tentang Pulau Emas telah mencapai telinga orang Eropa melalui narasi-narasi para pelaut Arab yang menjelajahi lautan luas.
Bahkan, penyair terkenal Portugal, Luiz de Camoens (1524-1580), melukiskan dalam karyanya yang monumental, "Os Lusiadas" (diterbitkan pada tahun 1572), sebuah epik yang mengisahkan tentang Gunung Ophir di Pasaman, Sumatra, yang kaya akan emas, yang diambil dan diperdagangkan oleh penduduk setempat dengan pedagang asing.
Meski Camoens tidak pernah sampai ke Sumatra, petualangannya hanya berbatas di Goa, India.
Meskipun demikian, hasil awal dari penambangan ini belum memuaskan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh penggunaan dana yang boros dan administrasi tambang yang tidak teratur.
BACA JUGA:Daftar 9 Negara yang Melegalkan Perjudian, No 1 Terbesar di Dunia
Kehidupan di tambang itu pun sangat sulit: banyak kematian buruh akibat minuman keras yang berlebihan.
Pada waktu itu, terdapat 49 orang Eropa yang bekerja di tambang tersebut dengan gaji bulanan sebesar f 12, sementara 104 budak laki-laki dan 28 budak perempuan bekerja tanpa mendapat gaji. Namun, penambangan tetap dilanjutkan.
Pada bulan Juli 1679, seorang insinyur baru dari Jerman, Johann Wilhelm Vogel, tiba di Salidi. Vogel kemudian mengabadikan pengalamannya di Tambang Salidi dalam sebuah buku berjudul "Zeven jhrige Ost-Indianische Reise-Beschreibung" (Terbit pada tahun 1707), yang menceritakan pengalaman kerjanya di sana.
BACA JUGA:Simak! Ini Cara Dapat Uang dari Hamster Kombat dan Cara Withdraw, Yuk Coba!