Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya: seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya."
BACA JUGA:Rekening BRI Dianggap Tidak Aktif jika Tidak Ada Transaksi Dalam Tempo Waktu Berikut
c. Perbedaan Agama
Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang nonmuslim, apapun agamanya. Hal ini telah diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (HR. Bukhari dan Muslim).
Itulah penjelasan mengenai hukum dan tata cara pembagian harta warisan menurut Islam ke ahli waris.
BACA JUGA:Biografi Ruth Handler, Pencipta Boneka Barbie yang Populer di Seluruh Dunia
Sebagai informasi, ada sejumlah prinsip dasar dan syarat dalam pembagian harta warisan menurut Islam yang penting diketahui.
Prinsip Dasar Pembagian Harta Warisan Menurut Islam
Pembagian harta warisan menurut Islam menekankan prinsip-prinsip syariah untuk membentuk kerangka kerja yang jelas dalam penyaluran harta warisan agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
1. Rukun Pembagian Harta Warisan
Rukun pembagian harta warisan merupakan tahapan awal dan memiliki penting dalam proses pembagian harta warisan menurut Islam. Proses ini melibatkan tiga komponen utama, yaitu:
- Muwaris
Muwaris adalah orang yang akan mewariskan hartanya. Untuk dapat memulai proses pembagian warisan, pewaris harus dinyatakan telah meninggal dunia secara pasti.
- Ahli Waris
Ahli waris adalah individu atau kelompok orang yang berhak mewarisi harta pewaris. Mereka harus dalam keadaan hidup ketika pewaris meninggal, bahkan jika masa hidup mereka hanya sebentar.
Ahli waris dapat ditentukan berdasarkan nasab atau hubungan darah, pernikahan, dan dalam konteks sejarah, wala' (memerdekakan budak). Namun, perlu diingat bahwa prinsip wala' dalam konteks modern telah dihapuskan.