Sedangkan hubungan kekerabatan itu, timbul atas dasar akad nikah yang sah, sebagaimana yang telah ditentukan oleh Syari’at Islam.
Akan tetapi, anak memiliki hubungan dengan ibu dan saudara ibunya dan ia berhak menerima warisan dari ibu dan saudara ibunya.
Tidak ada pengakuan dan pengesahan terhadap anak zina, karena hukum Islam hanya mengenal anak sah, yaitu anak yang lahir dari perkawinan suami istri yang sah menurut syara’.
BACA JUGA:Ini Rincian Biaya Pernikahan di Jawa Barat, Mulai Seserahan hingga Harga Undangan
Pasal 174 KHI menjelaskan:
Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a. Menurut hubungan darah
- Golongan laki-laki, terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.
- Golongan Perempuan, terdiri dari: ibu, anak Perempuan, dan nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ibu, janda atau duda.
Berdasarkan pasal di atas, bisa disimpulkan juga bahwa, berdasarkan hubungan darah dan hubungan kekerabatan, anak merupakan ahli waris yang paling utama dan mereka lebih berhak menerima warisan dibandingkan ahli waris lainnya. Kerena mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan ahli waris.
BACA JUGA:Berapa Biaya Pernikahan di Jakarta 2024, Mulai Sewa Gedung hingga Kisaran Harga Catering
Bagi anak yang lahir di luar nikah, bahwa mereka hanya berhak mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya. Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 100 KHI.
Maka dari itu, apabila yang meninggal adalah ayah zinahnya, maka anak zina laki-laki dan Perempuan tidak memiliki hak untuk mewarisi.
Namun jika sang ibu meninggal, maka ia berhak mendapatkan warisan. Hal ini sejalan dengan hadits Riwayat Abu Daud yang artinya:
“Rasulullah S.A.W menjadikan hak waris anak li’an (mula’anah) kepoada ibunya dan ahli waris ibu sesudahnnya”.
BACA JUGA:Cara Membuat Kartu Keluarga Baru Setelah Menikah Secara Online, Cukup Lewat HP