Baksos
Tim menduga modus fraud phantom billing ini dilakukan secara sistematis. Pihak rumah sakit diduga mengumpulkan data pasien yang ingin mereka catut namanya melalui bakti sosial.
"Mereka mengumpulkan dokumen pasien seperti KTP, KK, kartu BPJS melalui bakti sosial kerja sama dengan kepala desa. Canggih kan?" kata Pahala.
BACA JUGA:Segini Gaji dan Tunjangan Kepala Ombudsman Daerah Setelah Naik
Selain menyiapkan dokumen pasien fiktif, Pahala mengatakan pihak rumah sakit juga menyiapkan surat eligibilitas peserta yang lengkap dengan tanda tangan dokter.
Padahal, kata Pahala, dokter yang meneken surat itu sudah tidak bekerja pada rumah sakit yang dimaksud.
"Jadi ini emang komplotan bener," kata dia.
Aktor
Dugaan fraud ini diduga melibatkan banyak pihak. Beberapa aktor yang diduga terlibat adalah dokter hingga direktur utama dan pemilik rumah sakit.
"Kenapa klaim fiktif ini jadi concern kami, karena ga mungkin satu orang yang menjalankan, ga mungkin dokternya saja yang menjalankan," kata Pahala. "Yang kami temukan sepemilik-pemiliknya, dirut-dirutnya," kata dia melanjutkan.
Pahala mengatakan di rumah sakit yang diduga melakukan fraud, KPK bahkan menemukan ada dirut yang dianggap 'berprestasi' melakukan tagihan fiktif. Maka itu, kata dia, dirut tersebut dipindahkan ke rumah sakit lainnya untuk melakukan praktik yang sama.
BACA JUGA:Tabel Dana Desa Kabupaten Pasuruan Tahun Ini, Semua Jalan Desa Harus Mulus
"Yang 2 rumah sakit yang agak kecil ini, dirutnya ini sukses melakukan tagihan fiktif dan dipindahkan. 'Wah hebat berarti, pindahin ke sini lagi, bikin duit lagi' begitu kira-kira (anggapannya)," kata Pahala.
Ancaman Pidana
KPK telah memutuskan untuk membawa kasus fraud di 3 rumah sakit yang melakukan phantom billing ke ranah pidana. Hal ini dilakukan agar menimbulkan efek jera.
"Pimpinan memutuskan untuk 3 kasus ini dibawa ke penindakan," kata dia.