2. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) juga berpengaruh terhadap inflasi. Apalagi saat ini hampir seluruh perdagangan internasional menggunakan mata uang dollar AS. Utang pemerintah dan swasta juga banyak menggunakan mata uang dollar AS.
Jika kemudian mata uang rupiah melemah terhadap dollar AS, maka impor bahan baku industri akan naik, yang menyebabkan biaya produksi naik sehingga mendorong inflasi lebih tinggi. Inflasi seperti ini juga disebut dengan imported inflation.
BACA JUGA:Samsung Galaxy A73 5G, Ini Spesifikasi dan Fitur Unggulannya
3. Kenaikan dan penurunan biaya produksi (cost push)
Kenaikan dan penurunan biaya produksi barang dan jasa juga bisa menyebabkan inflasi dan deflasi. Contohnya, kenaikan harga bahan baku akan membuat biaya produksi naik, sehingga mau tidak mau industri akan menaikkan harga jual produknya. Kenaikan upah minimum (UMR) juga bisa mendorong inflasi.
4. Perubahan permintaan (demand pull)
Perubahan permintaan akibat kenaikan atau penurunan daya beli masyarakat juga bisa menyebabkan inflasi dan deflasi. Jika daya beli masyarakat tinggi dan disertai dengan konsumsi yang meningkat maka inflasi akan naik. Sebaliknya, jika kemudian daya beli turun, umpama karena kenaikan pajak penghasilan maka akan terjadi deflasi.
BACA JUGA:Update Klasemen Perolehan Medali Olimpiade Paris 2024, Jumat 2 Agustus, Amerika Geser Tuan Rumah
Jenis Inflasi dan Deflasi
Selain dari faktor penyebabnya, inflasi dan deflasi, juga bisa dibedakan dari besarannya atau tingkat keparahannya, yaitu:
Janis Inflasi
1. Inflasi Ringan
Adalah inflasi yang memiliki tingkat kurang dari 10% per tahun. Tingkat inflasi seperti ini biasanya terjadi di negara-negara berkembang yang sedang dalam tahap pembangunan.
2. Inflasi Sedang
Inflasi sedang memiliki besaran antara 10% hingga 30% per tahun. Inflasi sedang akan membuat perekonomian buruk. Sebab, laju inflasi ini akan membuat harga naik tinggi, pendapatan riil masyarakat turun, dan kenaikan bunga kredit.