BACA JUGA:Ini Legenda dan Asal Usul Pulau Samosir yang Penuh dengan Misteri
Tanggapan Pihak Sekolah
Kabag Legal Perhimpunan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Petra (PPPKP), Christin Novianty, menyatakan bahwa pihaknya tiba-tiba mendapatkan informasi kenaikan iuran tersebut.
"Asal mula perseteruan dengan RW karena iuran tahun 2024 kita ada kenaikan iuran semula Rp 32 juta jadi Rp 35 juta," kata Christin.
Pihak sekolah mempertanyakan kenaikan mendadak tersebut dan merasa dipaksa untuk mengikuti keputusan RW tanpa diajak berdiskusi terlebih dahulu.
Menurut Christin, RW sempat mengancam akan menutup jalan yang menghubungkan jalan raya dengan sekolah.
Namun, ancaman tersebut tidak jadi dilakukan setelah mediasi. Meskipun begitu, laporan pertanggungjawaban dari RW tidak kunjung diberikan dan surat-surat dari pihak sekolah tidak direspons.
BACA JUGA:Ini Sosok Penunggu Danau Toba yang Terkenal Dikalangan Masyarakat
Pengelola Petra akhirnya melaporkan masalah ini ke DPRD Surabaya. Anggota dewan meminta pihak sekolah untuk membuat rekayasa lalu lintas dengan bantuan Dinas Perhubungan (Dishub).
Christin berharap bahwa RW dapat bertemu kembali dengan Petra untuk membahas perkara ini secara baik-baik. Jika tidak ada itikad baik dari warga, pihak sekolah akan menempuh jalur hukum.
"Kita enggak muluk-muluk, maunya tetap ada komunikasi dengan RW karena masih tinggal di wilayah yang sama," ujar Christin. "Kalau nanti terus seperti ini, (akses) ditutup, terpaksa ambil jalur hukum," tambahnya.
BACA JUGA:Selain Hemat, 10 Motor Listrik Ini Aman Digunakan untuk Jarak Jauh
Armuji, dalam video yang diunggah di akun TikTok-nya, menyatakan bahwa kemacetan di sekitar sekolah hanya dijadikan alasan untuk menaikkan iuran.
Menurutnya, jalan yang ditutup adalah fasilitas umum milik pemkot, bukan milik perorangan. Armuji juga menyarankan agar pihak sekolah memutuskan apakah akan melaporkan masalah ini ke polisi atau tidak.