Saksi Ahli Kasus Vina Cirebon Dihadirkan di Sidang Praperadilan Kasus Asusila di PN Arga Makmur Bengkulu Utara

Jumat 27-09-2024,16:37 WIB
Reporter : Novan Alqadri
Editor : Agus Faizar

BACA JUGA:Tabrakan Parah di Jembatan Danau, Motor Lawan Mobil, Korbannya Pemancing

Di akhir penyampaian, ahli menyampaikan ketika suatu proses penyidikan yang tidak mengikuti aturan dalam Perkap nomor 6 tahun 2019 dan KUHAP merupakan cacat hukum, karena semua proses itu saling berkaitan tentang sah atau tidaknya dalam proses penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan seseorang menjadi tersangka. 

Jadi, ketika proses tersebut tidak berjalan dengan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan maka penetapan, penangkapan, penahanan sebagai tersangka menjadi tidak sah karena berbicara tentang hak asasi manusia.

BACA JUGA:Berapa Potongan Pencairan KUR BCA September 2024? Cek Angsuran Plafon Rp50 Juta

Sidang Keenam Praperadilan 

Jumat (27/9), kembali dilaksanakan sidang praperdilan keenam, agenda penyampaian kesimpulan oleh pemohon, melalui tim kuasa hukum.

Hermantoni, selaku kuasa hukum pemohon menyampaikan kesimpulan bahwa ada beberapa hal kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan oleh termohon. 

“Setelah kita melakukan beberapa kali persidangan, baik pembacaan permohonan, kemudian jawaban, replik, duplik, dan pembuktian baik berbentuk surat dan keterangan saksi ahli maupun saksi fakta, didapat kesimpulan bahwa ada beberapa hal kesalahan yang dilakukan oleh termohon,” ujar Hermantoni.

BACA JUGA:10 Cara Mengatasi Doom Spending, Kebiasaan Berbelanja yang Mengancam Keuangan Gen Z dan Milenial

Kesimpulan pertama, disampaikan bahwa pada panggilan ke satu oleh termohon kepada pemohon satu hari sebelum pemohon diminta hadir, yang bertentangan dengan Perkap Kapolri dan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

Kemudian terkait SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, dalam hal ini penyidik PPA Polres Bengkulu Utara mengakui kalau SPDP tidak diberikan kepada pemohon, karena pemohon belum ditetapkan sebagai tersangka, yang seharusnya SPDP diberikan paling lambat 7 hari setelah surat perintah penyidikan diterbitkan.

BACA JUGA:Kejar Terus Pak Polisi, 1 Kelompok Geng Motor Berhasil Ditangkap

Selanjutnya, Hermantoni mengatakan bahwa pemohon melakukan penyitaan di tanggal 7 Agustus, dan baru mengajukan izin ke PN Arga Makmur di tanggal 9 Agustus, dan dibalas oleh pihak PN di tanggal 12 Agustus.

“Itu sebuah pelanggaran, karena itu tidak sesuai. Artinya mereka melakukan penyitaan terlebih dahulu baru mengajukan permohonan izin. Terus Apa gunanya izin tersebut?,” kata Hermantoni.

Hermantoni menambahkan, bahwa ada beberapa surat yang diterbitkan oleh termohon terkait pengertian SPDP yang salah. 

“Itu terkait pengertian SPDP, di situ tertulis surat perintah dimulainya penyidikan, itu tidak dikenal dalam KUHAP, seharusnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. Ini juga diperkuat oleh saksi ahli pidana Yuspan Zalukhu,” beber Hermantoni.

Kategori :