Lalu pada April, pendaki biasanya mulai berangsur naik untuk menyesuaikan diri. Jelang minggu kedua Mei, tim seharusnya sudah mengarah ke puncak. Jika tidak ada kendala, pada awal Juni pendaki sudah memulai perjalanan pulang.
9. Menjadi ladang bisnis Nepal
Fakta berikutnya ini adalah mengenai Gunung Everest selain menjadi ikon Nepal, ternyata juga merupakan sumber cuan negara itu.
Pada 2018, Kementerian Pariwisata Nepal mengatakan bahwa mereka berhasil memperoleh pendapatan USD 5,2 juta (Rp 73 miliar kurs saat itu) dari izin pendakian yang mereka terbitkan untuk para pendaki.
10. Penuh ancaman
Ancaman ke puncak everest tak hanya soal oksigen yang tipis. Traveler juga bisa dihadapkan pada cuaca yang buruk, angin, longsor salju, gletser Khumbu hingga altitude sickness atau penyakit ketinggian.
11. Antre menuju puncak
Saking populernya Everest sejak 1990-an, membuat gunung itu semakin banyak dikunjungi dan menimbulkan antrian menuju puncak. Bahkan pada musim semi 2019, ada 11 pendaki meninggal dunia saat mengantri menuju puncak.
Hingga saat ini telah ada lebih dari 5.000 orang yang berhasil mencapai puncak Everest.
BACA JUGA:Penyebab Terjadinya Fenomena Badai Matahari, Ini 5 Dampak yang Harus Diwaspadai
12. Dapat menyewa Sherpa
Demi mencapai puncak Everest, pendaki dapat meminta bantuan dari pemandu profesional di Nepal. Biasanya, pemandu tersebut adalah Sherpa atau Sharwa, yakni kelompok etnis yang tinggal di pegunungan Nepal.
Mereka biasanya menyiapkan rute perjalanan, memasok kamp dengan makanan dan kebutuhan penting, juga memandu pendaki. Untuk ekspedisi yang berlangsung selama 3-4 bulan, biasanya pemandu memperoleh pendapatan sebesar USD 2.500-5.000 atau sekitar Rp 39,9 juta - Rp 79,8 juta.
Itulah informasi mengenai penemuan sepatu dan kaus kaki di puncak Gunung Everest yang memberikan titik terang keberadan mengenai Irvine.
Putri Nurhidayati